Bang Jafar dan Petani Kopi di Perkebunan kopi | Dok pribadi |
Lilpjourney.com | Enrekang – Menjelajah negara dengan berbagai macam budaya seperti Indonesia memang sesuatu hal yang menarik. Kekayaan kuliner yang beraneka ragam juga menjadi salah satu daya tarik tersendiri. Seperti kopi, yang entah bisa dikategorikan sebagai kuliner atau bukan, tapi mampu menyatukan tamu dengan tuan rumah dalam berbagai topik pembahasan. Dan kali ini, Jurnal Kopi dalam perjalanan 3 jam dari kota Makale menemukan sebuah kedai kopi unik yang menggugah untuk dikunjungi lagi. Coffee Santai Baraka.
“Kalau jalan ke Toraja, mampir ke Enrekang juga dong sekali-kali, incipin kopi kami” – tulis admin instagram @coffee_santai di direct messages.
- Baca Juga : Pelatihan Barista dan Usaha Warung Kopi
TORAJA, MINGGAT DARI KANTOR
Pasar Hutan Bambu To’kumila Toraja | Dok pribadi |
Sejak 2017 bisa dibilang Toraja seperti kampung halaman, dimana ada orang-orang yang selalu nungguin gue pulang. Terhitung sampai saat ini gue sudah lima kali ke Toraja. Terpikat dengan adatnya, kehidupan masyarakatnya, kopinya dan juga kamu. Sampai saat ini gue masih terus menggali tentang Toraja yang menurut gue masih banyak rahasianya.
Alasan kembali bulan Juni 2019 ini adalah Grand Opening Pasar Hutan Bambu To’kumila Toraja. Salah satu wisata berwawasan lingkungan yang menarik untuk dikunjungi karena selain tempat wisata, tapi juga tempat pengenalan kesenian Toraja. Baca selengkapnya : Grand Launching Pasar Hutan Bambu To’kumila Toraja.
Setelah istirahat, makan siang bareng mama, minum secangkir kopi, istirahat di Tongkonan Kale Landorundun, jalan-jalan di sawah dan kebun kopi, dikejar-kejar anjing karena gue pendatang (padahal kemaren pas bulan Maret udah jinak, tapi mereka nggak gigit kok) dan menikmati syahdunya rintik hujan. Pukul 8 malam si mas (namanya nggak boleh di publikasi, takut kalau ketemu traveller bawel like me hahaha) sudah sampai di Tongkonan Kale Landorundun dan lagi menikmati secangkir kopi sambil ngobrol sama mama. Rencananya malam ini gue menginap di Makale. Berat awalnya ke Toraja nggak nginap di rumah mama, tapi masih ada tujuan lain : perkebunan kopi Enrekang. Maaf mama. Sampai ketemu Desember ya.
MAKALE, SABTU 22 JUNI 2019
Kopi hasil roasing kedai Coffee Santai Baraka | Dok pribadi |
Halo mba Putri, gimana? Apakah jadi mampir ke Enrekang? Nanti kita ke kebun kopi dan ke desa tanpa rokok kalau mba Putri jadi kemari – isi direct messages instagram dari @coffee_santai
Setelah mengusir kantuk dan perdebatan kapan pulang ke Banjarmasin karena panggilan kerja mendadak, yang akhirnya berakhir dengan : nggak ada tiket pesawat, akhirnya kami, gue dan si mas, pergi ke Baraka. Lumayan jauh memang kalau dari Makale, kurang lebih 3 jam. Berangkat jam 12 siang sampai jam 3 Sore.
sewaktu di jalan gue baru mikir : kenapa nggak stalking instagramnya dulu sih.
Kedai Coffee Santai Baraka | Dok Pribadi |
Emak-emak Pakai Daster Main Manual
Ada yang menarik saat kami mulai masuk gang ke Kedai Coffee Santai Baraka. Sebuah kedai kopi lain di pojok jalan yang baristanya adalah emak-emak pake daster. Serius! Kedai yang memanfaatkan teras dengan ukuran 2 x 3 meter ini punya dripper V60 dan grinder dan dijaga oleh emak-emak, yang nongkrong disitu juga emak-emak. Padahal kalau di deket rumah gue warung kopi kaya gini biasanya menyedikan gorengan dan kopi sobek. Eh gue nggak mempermasalahkan kopi sobeknya ya (peluk pecinta kopi sobek, kita tetep saudara kok). Sayangnya si mas yang udah mulai bad mood masa bodo dengan kedai itu dan fokus cari kedai Coffee Santai Baraka.
Rak Produk Kopi Kedai Coffee Santai Baraka | Dok Pribadi |
Sampai di kedai Coffee Santai Baraka, ada bang Jafar yang sudah nungguin kami datang. Awalnya gue dan si mas hanya : oh. Seperti kedai kopi lokal pada umumnya : bar minimalis, kursi kayu, papan tulis besar dengan mural “Coffee Santai” dan rak berisi berbagai produk kopi. Tunggu, rak berisi berbagai produk kopi? Ya! Ada green beans dengan dua jenis proses semiwash dan fullwash, beberapa jenis beans yang sudah di roasting serta dripper kopi seperti V60 dan vietnam drip. Bisa dibilang untuk ukuran kedai lokal, mereka punya produk kopi yang recommended untuk kalian adopsi ke bar kopi kalian.
Bar Kedai Coffee Santai Baraka | Dok Pribadi |
Menemukan Bongkahan Emas Hitam di Enrekang
Tapi dibandingkan koleksi kopinya, sosok Bang Jafar ternyata lebih menarik. Hihihi. Salah satu sisi ‘jelek’ gue ketika ke kedai orang itu suka kepo dan foto ini itu dengan dalih “pelengkap tulisan di blog”. To be honest, gue nggak menyangka dikedai sesederhana ini ada sosok pemuda seperti bang Jafar. Pengetahuan dia tentang kopi luas banget. Terutama kopi di Enrekang. Obrolan kami dimulai setelah segelas kopi Enrekang Nating V60 pun tersaji. Ya kopi adalah bahasa universal yang selalu menjadi pengakrab setiap pertemuan.
Selera kopi warga disini memang yang bodynya tebal – tutur bang Jafar.
Kedai sudah buka sejak 2016 ini walaupun tempatnya “tersembunyi” tapi cukup ramai. Pesanan kopi silih berganti saat itu, walaupun di kedai hanya ada gue dan si mas. Lah gimana ramai? Ada yang singgah untuk memesan beans, ada yang ambil green beans dan ada pula yang memesan satu teko besar (mungkin isi 1,5 liter) kopi lengkap dengan gelas untuk di antar ke rumah
Kopi hasil roasing kedai Coffee Santai Baraka | Dok pribadi |
Kedai kopi sederhana ini punya atmosfernya sendiri. Percakapan tentang kopi memang nggak pernah membosankan. Beda orang beda pola pikir dan beda pengetahuan. Dimulai dengan proses kopi paska panen sampai seduhan kopi dan budaya kopi masyarakat khususnya disekitar kedai Coffee Santai Baraka, membuat 2 jam waktu berjalan tanpa terasa. Bagi kalian penikmat kopi kalian bisa pesan secangkir kopi entah V60 atau kopi yang biasa dinikmati warga disini, beans untuk diseduh di rumah atau green beans pun tersedia disini. Terserah kalian mau pesan yang mana untuk dinikmati.
TENTANG KOPI, DARI BIASA HINGGA CANDU
Natural process | Dok pribadi |
Berawal dari kebiasaan yang sudah ada sejak dulu : suka minum kopi, akhirnya terbiasa dan kopi itu bukan hanya seduhan untuk pengusir kantuk, tapi kopi adalah budaya – tutur bang Jafar
Pembahasan tentang kopi memang tak pernah ada habisnya. Saat Jak Koffie di Toraja selalu mengantarkan pada rasa rindu dan seduhan nasionalismenya, Coffee Santai Baraka mengantar gue pada percakapan tentang berbagai ilmu proses kopi. Membedah kopi dari cherry-nya, bagaimana memproses wine coffee dan mengunjungi kebun kopi.
Pukul 4.30 setelah Ashar, bang Jafar ngajakin kami ke Desa Bone-bone. Desa yang “mengharamkan” rokok. Sedikit berlebihan ya kalimatnya. Tapi serius, di Desa Bone-bone ini sejak tahun 2000 sudah menerapkan peraturan pelarangan merokok di desa mereka. Alasan desa yang dihuni oleh lebih 800 jiwa ini menerapkan larangan merokok adalah kesehatan dan ekonomi. Menurut warga disini, merokok adalah penyebab kemiskinan. Boleh nggak gue membenarkan asumsi mereka? Pernah lihat usaha seseorang berhenti merokok dan menabung uang rokoknya yang dalam satu bulan ternyata bisa mencapai 2 juta? Bayangkan saja kalau uang itu ditabung saja.
Akses jalan mulus kok | Dok pribadi |
Jarak dari Coffee Santai Baraka ke Desa Bone-bone ternyata lumayan jauh. Hehehe. Tapi semua terbayar saat diperjalanan mata kami dimanjakan dengan hentangan sawah hijau yang benar-benar cantik. Sampai sekarang, fotonya masih sayang untuk di upload. Hihihi. Si mas yang orang Toraja aja terpukau juga sama pemandangannya. Apalagi saat kabut mulai turun menyelimuti pohon-pohon digunung, membuat kami ingin berlama-lama disini. Ini juga kali pertama si mas datang kemari.
Pesona Desa Bone-Bone
Ditengah-tengah gue dan si mas yang lagi terpesona dengan pemandangan cantik di perjalanan ke Desa Bone-bone, bang Jafar cerita kalau jenis padi yang ditanam di kawasan ini nggak bisa di tanam di tempat lain. Rasa dan aromanya akan berbeda, atau malah bisa gagal panen. Unik ya.
Sayangnya, dipertengahan jalan, gue harus pisah sama si mas karena motor maticnya sudah nggak memungkinkan untuk di pakai boncengan. Kemudian gue nebeng sama bang Jafar untuk melanjutkan perjalanan. Sulawesi emang nggak lengkap kalau nggak naik trail, biarpun cuma dibonceng.
Memilah cherry untuk proses wine, bersama bang Jafar dan Istri-istri Petani Kopi | Dok Pribadi |
Sampai di tugu Desa Bone-bone, para cowok memutuskan untuk : rokok terakhir sebelum masuk ke Bone-bone. Kata bang Jafar sanksi dari pelanggaran bisa berupa teguran untuk pendatang hingga sanksi sosial seperti membersihan tempat ibadah dan memperbaiki jalan yang rusak untuk fasilitas umum. Keren ya? Mungkin nanti gue bakalan singgah kesini lagi untuk mengusut desa ini.
Perkebunan Kopi
Sepertinya mba Putri harus kembali kesini, karena di atas ada pohon kopi typica yang usianya sudah 300 tahun loh. Kalau sekarang sepertinya nggak kekejar untuk kesana – tutur bang Jafar.
Varietas kopi caturra | Dok Pribadi |
Puas bercakap dan melihat perbedaan jenis varietas pohon kopi, kami melanjutkan perjalanan ke rumah penduduk yang biasa memproses kopi paska panen. Saat sampai di perkampungan warga, atmosfer disini benar-benar damai. Ibu-ibu disini yang memproses cherry-cherry kopi. Mereka cekatan banget untuk memilah cherry kopi, memproses (saat itu prosesnya semi wash) dan berbagi ilmu lagi. Mungkin benar kata Said bahwa yang paling tau karakter kopi adalah petani kopi bukan si barista.
Ibu, kalau nanti saya kesini lagi boleh menginap di rumah ibu nggak? – tanya gue ke salah satu ibu disini.
Gue baru tau, ternyata proses pengolahan kopi dari cherry sampai green beans itu bisa dibilang zero waste. Seperti yang kita tau, untuk mendapatkan green beans, cherry kopi perlu dipisahkan dari kulitnya. Nah kulit cherry ini kemudian ditimbun yang kemudian secara alami menjadi kompos. Kompos dari cherry kopi ini kemudian digunakan untuk pupuk pohon-pohon kopi. Dari pohon kopi kembali ke pohon.
Wine Coffee
Kata Bang Jafar, saat ini banyak yang datang kemari untuk membeli kopi tidak hanya yang sudah diproses, tapi yang cherrynya juga. Hal ini tak lepas karena fonomena “wine coffee” dan banyaknya orang yang berburu belajar memproses kopi sendiri. Salah satunya gue. Saat itu gue membungkus 2,5 kg cherry kopi untuk gue proses wine.
Oke temen kamu (Bang Jafar) keren. Aku suka sama anak muda yang punya pemikiran kaya dia – tutur si mas.
Setelah membungkus 2,5 kg cherry 1200 mdpl langsung dari petani kopinya dan 2 kg green beans Enrekang Nating semi wash process dari Coffee Santai Baraka, gue dan si mas pamit untuk pulang ke Makale. Malam Minggu bulan Juni 2019 kali ini kami habiskan di jalan, berbeda dengan Malam Minggu bulan Maret 2019 yang kami habiskan dengan duduk di bawah alang Tongkonan Kale Landorundun. Nggak ada dinner romantis! Hahaha.
Bang Jafar saat mengantar ‘Jurnal Kopi’ ke perkebunan kopi | Dok Pribadi |
Menarik banget kan perjalanan gue kali ini. Dimana dari Coffee Santai Baraka gue bisa mengunjungi Desa Bone-bone dan perkebunan kopi disini. Bang Jafar pemilik kedai Coffee Santai Baraka lah yang bener-bener racun kali ini. Hahaha. Jadi kapan nih mau ngopi santai di Coffee Santai Baraka?
Makasih loh semuanya! |
Bicara kopi di Sulawesi Selatan, ternyata tidak bisa dilepaskan dari
Enrekang. Di sinilah kopi kalosi lebih dulu terkenal, jauh sebelum nama
Toraja naik daun di dunia, tumbuh hingga ratusan tahun.
Kedai Coffee Santai Baraka Saat Malam | Dok Pribadi |
COFFEE SANTAI BARAKA
Instagram : @coffee_santai
Jam buka : DM instagramnya aja ya hehehe
Jadi rindu waktu menyusuri jalan setapak, melihat perkebunan kopi, dan menyeduhnya di sana. Dari hal seperti ini, kita bisa merasakan bagaimana geliat kopi di daerah tersebut. Pun di Toraja.
Bener banget kak. Nyeduh kopi di perkebunan kopi itu nikmat banget ^^
Jadi gak salah donk ya, mengatakan jika ngopi itu salah satu kearifan lokal yang perlu dijaga. Hidup kopii!!
Hahaha bener banget kak ^^
Wah ini sih harus ajak suamiku. Karena dia pencinta kopi pasti seneng jalan-jalan ke sini. Terima kasih infonya Mbak semoga aja aku kesampean bisa traveling ke Toraja 😀
Wah, keren banget desa Bone-bone, perlu dicontoh banyak daerah di Indonesia nih. Saya oun orang yang kurang suka dengan rokok dan aktivitas merokok.
Nggak sekalian naik ke Latimojong? Udah sampe Enrekang padahal 🙂
Wine cofee itu maksudnya gimana ya? Mendiamkan kopinya selama beberapa waktu seoerti wine, gitu?
bahkan setelah aku baca di beberapa artikel, Desa Bone-bone ini yang pertama kali di dunia menjadi desa tanpa asap rokok kak.
pengen banget kemaren naik latimojong. tapi panggilan kerja gk bisa di tolak kak. itupun berbuntut aku di pindah unit kerja biar gk sering bolos wkwkwkkw
prosesnya kak. lamaaa banget dan perlu ketelatenan
Ngopi itu ternyata ga cuma sekadar minum, dinikmati dan mengusir rasa kantuk ya, tetapi sudah menjadi budaya 🙂 Keren deh. Proses dari cherry ke wine coffee itu lama ya…zero waste itu ya? Hhmm.. makanya kopi enak yang panjang proses pembuatannya itu mahal harganya.
Wah menarik perjalananya, agak tepencil tapi ada surga pembuatan kopi ternyata di dalamnya. Nambah pengetahun nih tulisannya kk.
Waah perjalanan 3 jam tidak siap-siap ya Mbak. Mendapat pemandangan indah dan kopi yang enak. Saya juga suka kopi. Nyandu. Tapi kopi sachet. Hehehe.
Meski saya bukan penyuka kopi, penasaran juga sama rasa khas Kopi Enrekang. Seru ya bisa lihat langsung dan tahu berbagai Varian kopi serta pembuatan kopi di sana.
Favorit Klo ngomongin soal kopi hehehe mudah2an bisa nyobain berkunjung kesana yah put
Ciyeee jadi siapa sih "si mas" ini? Sampai kamu takut banget bikin dia bad mood. Tapi syukurlah mood-nya kembali setelah bertemu sawah dan bang Jafar 🙂
Pamormu sebagai pecinta kopi dan pecinta Toraja sudah semakin sahih ya sampai di-DM begitu sama Coffee Santai. Aku kayaknya bakal pesen Vietnam Drip di sana. Jadi penasaran gimana penampakan cafe-nya. Ah, lu jangan pelit share foto dong Put 😀
Amazed banget ya ketemu cafe dengan emak-emak sebagai barista dan customer-nya. Ada beberapa brand kopi sobek yang suka gue minum, Put. Tapi biasanya gue pake kopi bubuk sih.
Mas nya ini yg baik banget. Mau nurutin apa maunya putri. jadi kalo si mas bad mood nanti gk ada yg nurutin maunya putri. hihihi
sepertinya gitu bang. banyak banget yg : ke kedai kita dong kak cobain kopi kita. aku sih suka-suka aja hihihi. fotonya uda aku banyakin yaaa… tau aja lu gue pelit kalo urusan foto. wkwkwkwk
asli bang. keren banget itu emak2 nyeduh kopi pake daster tapi pake alat V60
Saya suka kopi, suka sekali baunya, dan gak menolak kalau dikasih kopi. Tapi sayang beberapa kalo perut ngga kuat minum kopi, jadi gak boleh banyak-banyak. Padahal menruut saya rasa kopi itu unik dan menenangkan sekali.
Ilmu saya tentang kopi masih sedikit, kebanyakan ya yang sachet an. Tertarik banget dengan proses dari tanamannya sampai jadi minuman dalam gelas. Terimakasih sudah berbagi pengalamannya kak 😀
Seru banget Put!
Cerita tentang kopi ternyata nggak habis2 & selalu seru untuk dikulik yaaa.
Belum lagi pemandangan dlm perjalanan menuju kebun kopi. Asik banget.
wahh gilak! saya terhanyut sama tulisannya…
Walaupun gak ngerti-ngerti amazt sama kopi, tapi saya menikmati setiap seduhannya
wh, di tempat nggak terduga ketemu bang Jafar yang jago ngobrol dan ngopi, paham segala tentang kopi, memang seperti menemukan harta karun ya mbak Putri..
di halama rumah kakekku juga banyak ditanam kopi, tapi perutku yang nggak bisa menyesuaikan he.. he..
Ngopi di tempat seperti ini punya kenikmatan sendiri. Sambil ngobrol, jadi makin akrab, deh. Gimana proses bikin wine coffee-nya, Mbak?
Wah..bener2 ada desa yg menerapkan no rokok ya? Mantab betuuul.. ohya, lihat foto buah kopi merah2 jd ingat masa kecil sering makan kulitnya..hehe..
Saya bukan pecinta dan penikmat kopi, minum kopi kalau ngantuk aja hehehe. Tapi, saya selalu takjum sama proses pembuatan kopi mulai dari memproses bijinya. Disana ada cerita dan keringat para petani kopi yang mungkin hidupnya biasa aja ya, tapi kalau udah dijual di pasaran apalagi di ibu kota harganya bisa selangit. Salut sama kakak yang bisa membawa cerita kopi jadi semenarik ini deh. Hehehe
Asyik ya lihat panen kopi, pas merah-merah gitu, pingin kesana jadinya benar-benar merasakan kopi toraja dan melihat prosesnya
Ikut bangga nih kampung nyokap Enrekang terkenal dengan kelezatan kopinya, kagum juga dengan aturan rokok sejak 2009, kalah deh kita..
Jadi inget roadtrip ama temen-temen ke Sulawesi beberapa tahun lalu. Mampir juga ke Enrekang dan Tana Toraja. Tapi ga beli kopi sayangnya …
Kangen Toraja dan segala budayanya
Oh wow.. Once again i salutte you kak.. Selalu menarik ulasannya tentang Sulawesi. Ada darah Sulawesi kah?
"kopi adalah bahasa universal yang selalu menjadi pengakrab setiap pertemuan" gua setuju ini.. Banget!!! Kujuga punya cerita tentang kopi tapi ntar dah.hahhaa
Btw indah sekali Desa Bone-Bone ini. Salam ama bang Djafar ya… 🙂
Tanah Toraja emang terkenal dengan adatnya yang beragam, wah seru sekali petualangannya di hutan bambu dan berburu kopi. Ternyata kopi juga banyak jenis ya kak, ditunggu ulasannya tentang kopi typica ya kk
Tanah Toraja emang terkenal dengan adatnya yang beragam, wah seru sekali petualangannya di hutan bambu dan berburu kopi. Ternyata kopi juga banyak jenis ya kak, ditunggu ulasannya tentang kopi typica ya kk
wahh arabica memang paling dabest ya 😀