Banyak rangkaian kata yang ingin kususun menjadi kalimat-kalimat syahdu
Kata manis dan getirnya tentang ‘hati’
Lalu ketika ku buka lembar kosong, lalu kata-kata itu buyar. Lari seperti dirimu yang memutuskan pergi. Rasanya sudah lama kita tak menyusun kalimat-kalimat penuh makna dalam jarak yang kita tau tak jauh, tapi cukup untuk memisahkan.
Aku tau rasa nyaman yang kita coba buat. Aku tau rasa kecewa yang aku ciptakan mampu membuatmu padam dan menjaga jarak. Tapi aku juga tau kamu sedang berusaha mendekat (lagi) walau kamu sadar aku masih sama. Sosok kecil dengan kekanakan yang bisa membuatmu gemas.
Bolehkah aku meminjam tanganmu untuk ku genggam lagi seperti malam itu? Saat hujan malam itu. Ya. Malam minggu pertama kita. Saat satu kata ‘halo’ mampu meruntuhkan langitku malam itu. Saat satu ‘senyuman’ mampu merobohkan ego ku untuk tak terlihat bahagia karena ada kamu.
Entah sudah berapa lama waktu yang kau bunuh untuk hanya berpura-pura mendekatiku
Entah sudah berapa banyak ego ku bunuh untuk ‘rindu’
Lalu setelah semua hal itu, akupun takut untuk meletakan sebuah ‘nama’ dalam hati. Aku tau sakitnya ditingglakan, aku tau sakitnya berharap. Dan aku juga tau caranya meninggalkan dan memberi harapan.
Yang aku tak tau adalah, kenapa dari sekian banyak manusia, kenapa ‘kamu’?
Kenapa kamu yang selalu mampu merobohkan apa yang aku bangun?
Tapi, aku tak ingin tinggal di dalam hati orang yang tak pernah kosong
Ya….
Aku tau masih ada nama’nya’ meski hanya serpihan yang kau sebut ‘teman’
Ya….
Aku pun tau, tak kan ada orang sama di dunia ini. Jadi aku tak ingin menjadi pengganti’nya’. Aku pun tak ingin menjadi apapun yang kamu minta. Hanya ingin dilihat sebagaimana mestinya ‘aku’.
———–
Kemarau, dalam guyuran hujan