Lilpjourney Seorang travel blogger Indonesia yang suka jalan-jalan menyusuri keindahan alam berbalut adat dengan aroma secangkir kopi.

Lahan Gambut, Lahan Basah dalam Bayangan Karhutla

5 min read

Lilpjourney.com | Lahan Gambut dan Karhutla – Beberapa bulan lalu, saat kami sekeluarga mudik ke Jawa, di benakku sempat terlintas sebuah pertanyaan, ‘haruskah aku tinggal di Jawa sedikit lebih lama untuk menghindarkan buah hati kami dari bencana asap akibat Karhutla?’

Pertanyaan itu sempat terlintas di benakku sebab, bukan rahasia lagi apabila pulau Kalimantan yang dikenal dunia sebagai pulau dengan hutan terluas di Indonesia ini seolah-olah menjadi “pelanggan tetap” Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).

Ya, terdengar ironis memang! Kalimantan yang notabenenya dijuluki sebagai paru-paru dunia ini ternyata justru menjadi sumber bencana bagi kesehatan manusia dan ekosistem yang ada di dalamnya.

Parahnya, kejadian ini terus berulang setiap tahun meski pemerintah telah berupaya mencegahnya dengan berbagai cara. Bahkan, setelah hukuman yang tak ringan menanti pun, para pelaku Karhutla seolah tak bergeming dan tak kenal kata “jera.”

Belum sadarkah mereka? Belum tergerakkan hati nurani para pelaku Karhutla itu?

“Seiring berjalannya waktu, seluas 9.101.075 hektar lahan gambut terdegradasi akibat pengalihan fungsi lahan,” Ola Abas, pantaugambut.id

Fakta yang dikemukakan oleh Ola Abas di atas bukanlah sebuah opini belaka, melainkan sebuah fakta yang didukung data sahih.

Karhutla yang terjadi setiap tahun, antara bulan Juli hingga Agustus, adalah biang keladi mengapa lahan gambut seluas 9.101.075 hektar itu bisa terdegradasi (habis). Sedih! mengingat angka tersebut tak pernah menyusut, tapi justru makin membengkak.

Sulit memang membayangkan lahan seluas 9.101.075 hektar itu, bukan? Tapi tenang! Aku punya cara agar kalian lebih mudah membayangkannya. Kalau disederhanakan, luas (9.101.075 hektar) tersebut setara dengan 1.285.714 jumlah lapangan sepakbola.

Jika satu lapangan sepakbola saja kita anggap sudah begitu luas, bagaimana dengan 1 juta lapangan sepak bola? Mata kita mungkin tak akan sanggup menjangkau ujungnya?

Meski (umumnya) kerap terjadi di antara bulan Juli sampai dengan Agustus, namun kejadian yang hanya berlangsung selama 2 bulan setiap tahun ini sudah cukup untuk menghasilkan dampak yang begitu masif. Belum lagi, bulan Agustus adalah puncak kemarau. Suhu yang sudah sangat panas ini terasa semakin pengap dengan tambahan asap dari Karhutla. Hmm…

Jika saat ini saja kondisi lingkungan akibat Karhutla sudah sedemikian parah, lantas apa yang akan diwarisi oleh anak cucu kita kelak?

Sebagai seorang ibu dengan anak yang masih bayi, kebakaran hutan dan lahan membuatku begitu was-was. Sulit untuk membayangkan bagaimana kualitas udara yang dihirup anakku untuk tumbuh dan berkembang? Mengingat kami, tinggal di wilayah yang kerap terdampak Karhutla.

Intaian penyakit ISPA membuatku benar-benar sedih. Padahal anak di bawah 2 tahun harus selalu dijauhkan dari asap agar tetap sehat, terhindar dari masalah pernapasan, ataupun ancaman stunting.

Lahan Gambut

Lahan gambutMeski sudah sering kita dengar, namun tidak banyak diantara kita yang tahu apa itu lahan gambut dan bagaimana bentuk sebenarnya dari lahan tersebut?

Secara teknis, lahan gambut adalah tipe ekosistem rawa-rawa yang terbentuk dari akumulasi lapisan-lapisan material organik yang berasal dari tumbuhan seperti lumut dan rerumputan yang terurai secara perlahan di lingkungan yang lembab dan tergenang air.

Material organik ini mengalami dekomposisi yang sangat lambat karena kondisi lingkungan yang anaerobik (minim oksigen). Akibatnya, lapisan material organik ini berkumpul dan membentuk tanah gambut yang kaya akan bahan-bahan organik yang belum terurai sepenuhnya.

Jika kalian masih sulit membayangkan penjelasan teknis di atas, coba bayangkan “tanah lembab yang membentuk lapisan selaman 5-6 meter dan terdiri atas akar-akar pohon yang sudah mati, dedaunan, ranting-ranting, kayu-kayu mati yang lapuk, serta lumut.” Itulah lahan gambut. Jika kita berdiri di atasnya, kita akan merasa seolah-olah berdiri di atas sebuah matras yang empuk.

Ciri-ciri Lahan Gambut

Lahan gambut mempunyai karakteristik seperti spons yang bisa menyerap air sampai 6x lipat berat keringnya. Jadi, lahan gambut itu ibarat sebuah spons raksasa yang mampu menyerap dan menyimpan air seperti sebuah danau. Layaknya sebuah danau, waktu hujan lahan gambut akan menyerap air, dan saat kemarau ia akan melepas air secara perlahan. Sehingga bisa membantu mencegah banjir dan kemarau.

Untuk lebih jelasnya, berikut adalah 4 ciri-ciri lahan gambut.

  1. Minim Oksigen (Anaerobik): Tanah gambut memiliki kadar air yang tinggi, sehingga oksigen tidak mudah masuk ke dalam tanah. Kondisi ini menyebabkan dekomposisi bahan organik menjadi sangat lambat, mengakibatkan akumulasi lapisan material organik yang tebal.
  2. Keasaman Tinggi: Tanah gambut cenderung bersifat asam (pH rendah) karena adanya reaksi kimia yang terjadi selama proses dekomposisi. Kandungan bahan organik yang tinggi menghasilkan asam humus yang dapat menurunkan pH tanah.
  3. Ketebalan Lapisan Gambut: Tanah gambut dapat memiliki lapisan yang sangat tebal, bahkan mencapai puluhan meter, tergantung pada usia dan kondisi pembentukan lahan gambut tersebut.
  4. Vegetasi Khas: Ekosistem lahan gambut sering dihuni oleh tumbuhan khas yang dapat bertahan dalam kondisi rendahnya kandungan nutrisi dan kadar air yang tinggi. Contoh tumbuhan ini termasuk lumut gambut, tumbuhan rawa, dan beberapa jenis pohon seperti bakau.

Peran Penting Lahan Gambut

Lahan gambut memiliki peran penting dalam menyimpan karbon. Tanaman yang tumbuh di lahan gambut menyerap karbon dioksida (CO2) dari atmosfer saat melakukan fotosintesis, dan karbon ini disimpan dalam lapisan bahan organik yang kaya dalam tanah gambut. 

Namun, jika lahan berkurang atau terdegradasi, seperti akibat pembukaan lahan untuk pertanian atau pembangunan, karbon tersebut dapat dilepaskan kembali ke atmosfer sebagai gas rumah kaca yang berpotensi berkontribusi pada perubahan iklim.

Disamping itu, lahan gambut juga memiliki nilai lingkungan lain yakni,

  • Menyediakan habitat bagi berbagai spesies hewan dan tumbuhan
  • Mengatur aliran air, serta
  • Berperan dalam penyimpanan dan penyaringan air

Alih fungsi lahan gambut, seperti pembukaan lahan untuk pertanian atau kegiatan lainnya, dapat menyebabkan masalah lingkungan seperti penurunan kualitas air dan pelepasan karbon.

Oleh karena itu, perlindungan dan pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan mencegah dampak negatif pada lingkungan global.

Sebaran Lahan Gambut di Indonesia

Dari sekian banyak negara di dunia, Indonesia adalah salah satu negara dengan cadangan gambut terbesar. Lahan gambut ini tersebar merata di seluruh Indonesia. Hanya saja, kantong-kantong lahan gambut terbesar ada di wilayah Timur, Tengah, dan Barat. Seperti di Pulau Papua, Kalimantan, dan Sumatera.

Di Papua, lahan gambut sebagian besar dapat dengan mudah ditemukan di Papua Barat dan papua Selatan. Untuk wilayah Kalimantan, lahan gambut bisa dengan mudah ditemukan di tempat tinggal kami (Kalimantan Selatan), di Kalimantan Barat, dan di Kalimantan Tengah. Sedangkan di pulau Sumatera, lahan gambut tersebar luas mulai dari provinsi Riau Sumatera hingga Jambi.

Ada satu fakta menarik yang harus kalian tahu! Indonesia tidak hanya menjadi salah satu negara dengan cadangan gambut terbesar di dunia, tapi lahan gambut tertua di dunia ternyata ada di Indonesia lho! Lokasi lahan gambut yang disinyalir sebagai salah satu yang tertua di dunia ini bisa dijumpai di pedalaman Kalimantan. Tepatnya, dekat Kota Putussibau Kalimantan Barat.

Uniknya, lahan gambut tertua di dunia ini kedalamannya diperkirakan mencapai 18 meter atau 3X lebih dalam dibandingkan lahan gambut pada umumnya yang hanya memiliki kedalaman sekitar 5-6 meter. Tentu akan sayang disayangkan apabila, situs lahan gambut tertua di dunia yang ada di Indonesia ini musnah akibat Karhutla.

Lingkar Setan Alih Fungsi Lahan Gambut

Praktik penebangan hutan gambut dan pengeringan lahan gambut melalui aktivitas pembuatan kanal memiliki dampak yang serius terhadap lingkungan dan masyarakat.

Sejumlah dampak negatif dari praktik-praktik tersebut diantaranya adalah,

  • Pengurangan kapasitas penyimpanan air yang dapat menyebabkan penurunan pasokan air ke sungai. Hal tersebut juga akan berdampak pada keberlanjutan ekosistem air dan sumber daya air yang dimanfaatkan oleh manusia.
  • Lahan gambut yang kering akan mudah terbakar dan sulit dipadamkan.
  • Kebakaran hutan dan lahan gambut dapat dengan mudah meluas. Namun yang paling berbahaya adalah, lahan gambut yang terbakar berpotensi melepaskan asap dan gas beracun ke udara serta merusak ekosistem.
  • Praktik penebangan dan pengeringan lahan gambut juga akan mengakibatkan pelepasan besar-besaran karbon dioksida (CO2) dan gas metana (CH4) ke atmosfer. FYI, potensi metana menyebabkan pemanasan global lebih besar daripada CO2.
  • Hutan gambut merupakan habitat penting bagi berbagai spesies tumbuhan dan hewan, termasuk spesies yang unik dan langka. Penebangan dan konversi lahan gambut sudah pasti akan mengakibatkan hilangnya habitat, hingga berdampak negatif pada keanekaragaman hayati dan potensi membuat sejumlah spesies punah.
  • Di Kalimantan, khususnya di Kalimantan Selatan, masih banyak masyarakat tradisional yang tinggal di sekitar lahan gambut dan bergantung pada sumber daya yang diberikan oleh hutan gambut, seperti hasil hutan non-kayu, ikan, dan tanaman obat-obatan. Konversi lahan gambut tentunya akan menyebabkan masyarakat kehilangan mata pencaharian mereka.
  • Pembuatan kanal untuk mengeringkan lahan gambut tak dapat dipungkiri menyebabkan tata air alami berubah, mengurangi aliran air ke sungai, dan berdampak pada lingkungan sungai, serta komunitas yang bergantung pada lahan gambut.

Demi Masa Depan Anak Cucu Kita

Sebagai seorang ibu, aku tentu saja merasa terpanggil untuk berbuat sesuatu demi masa depan anak dan demi Indonesia Merdeka dari Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla). Tapi, aku sadar bahwa bergerak dan bertindak sendiri saja tidak akan cukup untuk menyentuh hati nurani para pelaku Karhutla.

Mencegah kebakaran hutan adalah sebuah tantangan kompleks yang sudah pasti akan sulit diatasi oleh tindakan individu saja. Skala masalah ini sudah terlalu masif dan memerlukan sumber daya serta keahlian khusus dalam penanganannya.

Menyadari dampak kebakaran hutan yang pasti akan mengakibatkan kerusakan lingkungan, ekonomi, dan kesehatan masyarakat secara luas, maka sudah waktunya kita bergandengan tangan untuk #BersamaBergerakBerdaya.

Menurutku kerjasama dan kolaborasi adalah kunci untuk mengatasi masalah ini dan upaya melindungi hutan. Dengan bergabung dalam gerakan yang sama, kita dapat menyatukan kekuatan kita untuk memberikan dampak yang lebih besar. Dan, melalui koordinasi yang baik, aku yakin kita pasti bisa meningkatkan kesadaran akan bahaya kebakaran hutan, serta mendorong adopsi praktik-praktik berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai bagian dari #EcoBloggerSquad, aku berharap dapat merangkul lebih banyak orang untuk peduli terhadap kelestarian hutan dan alam secara keseluruhan. Karena aku yakin, dengan saling mendukung dan bekerja sama, kita pasti bisa mewujudkan perubahan positif untuk masa depan anak cucu kita. Mari kita bersama-sama menjadi bagian dari solusi dan membangun dunia yang lebih baik.

Lilpjourney Seorang travel blogger Indonesia yang suka jalan-jalan menyusuri keindahan alam berbalut adat dengan aroma secangkir kopi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *