Hai,
Bagaimana kabarmu?
Sepertinya kita sudah lama tak saling berpapasan dalam sapa
Aku kelu, hingga tak dapat bertutur dengan benar
Padahal, dulu kita dua orang asing yang tak saling kenal, tak saling menyapa dan merindu.
Lalu pada detik kesekian, satu kata ‘Hai’ membuat kita saling bersinggungan kenal.
Hanya percakapan singkat yang akhirnya menggiring kita pada perpisahan dalam senyap senja.
Kemudian pesan itu datang.
Kau muncul dalam duniaku yang kala itu sedang kelabu.
Memberi perhatian, sedikit tawa yang berbuah harap.
Membuahkan pelangi nila yang membuatku seakan genap.
Aku tak pernah menyangka, bahwa akhirnya kita akan bertemu kembali.
Saat tiba-tiba rindu berbalas temu.
Harap berbuah pasti.
Abu-abu berlabuh pada warna nila.
Aku yang takut seakan bersambut.
Lalu, semua kembali ke zona waktu ‘abu-abu’.
Kau adalah orang asing yang berubah hangat pada satu ketika.
Lantas kembali menjadi asing.
Mungkin memang sudah harusnya seperti itu. Asing dan kembali menjadi asing.
Hai,
Kadang, diam-diam, aku rindu.
Merapal namamu dipenghujung do’aku.
Mengingat senyummu sebelum memejamkan mata untuk terlelap, berharap berjumpa diujung alam bawah sadarku.
Kau adalah ketakutan yang membuat susah untuk melupa.
Aku pernah menulis pada note di iPhone ku : bagaimana bila setelah ini tak akan ada baris-baris basa-basi di kolom chat line kita lagi?
Kau tau, padahal ‘selamat tinggal’ itu telah nyata ku ucap.
Tapi, aku masih kembali, berharap ada yang bisa aku perbaiki.
Tapi ternyata aku tak seberharga itu untukmu.
Harusnya, sekarang, aku berhenti.
Menjalani hidup normalku, tanpamu.
Memulai kisah baru, tanpamu.
Hai,
Selamat tinggal.
Kau adalah semestaku yang sejenak berwarna nila.