Uti dan Akung |
November, Tahun Ketiga
Kala itu
Harusnya aku sadar bahwa pertanda itu nyata adanya
Pernah dengar : jangan tertawa terlalu lepas, sebab tangis sedang mengikuti dibelakangmu
Dan tawa malam itu akhirnya menjadi pertanda bahwa : batas tawa dan tangis tak lebih tipis dari selembar kertas
. . . . . . .
Hanya perlu 15 jam untuk Tuhan menunjukan kuasaNya .
Dan,
Disinilah
Bait patah hatiku dimulai
Saat duniaku runtuh
Langitku kelabu
Pelangiku berwarna serupa tanpa sekat warna-warni
Kulihat ia tengah duduk di undak-undak teras
Tampak khusyuk dengan peci hitam dan baju koko putihnya
Lelakiku sedang patah hati
Teman hidupnya telah pamit
Tempat ia bercerita, kadang berdebat
Tak pernah ku melihat ia sepatah hati itu setelah aku pamit untuk pindah, 2009 lalu
Kadang sesekali saat mengantarku ke bandara, ia menerawang
Entah rapalan do’a apa yang selalu ia ucap saat mengantarku ke bandara, hingga aku menjadi sosok sekeras sekarang.
Yang aku tau, ia selalu berkeras untuk mengantarku hingga pintu masuk bandara, lalu kembali ke terminal Bungurasih untuk pulang ke Tulungagung.
Dalam tubuh burung besi, aku selalu menengadah, setidaknya saat itu aku lebih dekat dengan langit
Ya Rabb, jaga ia dalam perjalanannya. Kuatkan fisiknya, lapangkan hatinya, beri ia kesehatan dan kebahagiaan.
Setelahnya aku terlelap tidur dan melanjutkan hidup.
Tak beda jauh dari lelakiku,
Pun aku, sedang patah hati
Siang itu, saat matahari tengah terik
Tangisku pecah, sejadi-jadinya
Lukanya parah
Dia tak pernah mengujiku dengan kehilangan,
Dia tak pernah mengujiku dengan luka sedalam sekarang
Duniaku benar-benar remuk redam
Hanya tinggal kepingan kecil, harapan
Dan serpihannya,
Kuberi nama : Kakek
Jika wanita itu memilih untuk pulang sebelum aku sanggup memberinya bahagia,
Rabb ku lebih mencintainya, daripada kami
Aku masih punya satu laki-laki yang tak mungkin mematahkan hatiku
Laki-laki yang tak akan melukaiku barang 0,0001mm
Do’a ku terapal sama, lebih dalam tentang ikhlas dan tegar
Bahwa yang hidup pasti akan pulang pada Rabb-nya
Setelah sadarku kembali
Kuseret kakiku pulang
Ada ‘rumah’ yang tengah menungguku
Belajar bahwa : rezekinya telah habis, tugasnya sudah selesai, saatnya ia pulang pada-Nya
12 Rabi’ul Awal 1441H | 9 November 2019
الفاتحة
Telah berpulang, nenek kami tercinta
Sutiasih binti H. Abdulgani
PS
Peluk dari jauh
Saya juga pernah ditinggal pergi begitu cepat oleh seseorang yang belum sempat saya beri bahagia ��
Kehilangan selamanya tentu tidak mengenakan. Patah hati seperti ini akan terjadi pada setiap orang. Mari kuatkan diri kita untuk menerimanya, kapanpun itu terjadi.
Innalillahi wainna ilaihi rojiuun. Semoga beliau mendapat rahmat Allah dan yang ditinggalkan mendapat kebaikan.
Kehilangan pasti akan terjadi dengan caranya sendiri-sendiri. Tidak ada cara lain selain ikhlas walau pasti perih bgt. Tetap semangat ya
Aku kehilangan nenekku tahun lalu, ketika memutuskan kembali ke tanah banua malah di tinggal selamanya. I feel you, keep smile ya. Semoga nenek husnul khatimah
Turut berduka cita ya put, mudah2'n nenek husnul khatimah
inna lillahi wa inna 'ilaihi raji'un, jadi teringat habibie & ainun …
Turut berduka cita kak, tau banget rasanya kehilangan . Semoga kita selalu ikhlas menerima
Innalillahi wa Inna ilaihi rooji'un. Semoga almarhumah mendapat tempat terbaik di sisi Allah swt
Wuih berbakat banget dah ini bikin puisi tp memang sih kalo ada yg pergi dr hidup ya rasanya begitu.
Iseng saya klik artikel ini dan membacanya. Saya jadi ikut sedih membaca puisinya. Semoga mendiang tenang di surga bersama Sang Pencipta.