Lilpjourney.com | Lilstory – Mentalku down. Bukan tanpa alasan. Sejak hari Senin kemarin, cercaan kata-kata rasisme mengoyak tembok egoku. Memang apa yang salah dengan suku seseorang? Malah sejujurnya gue sangat bangga dengan segala gen yang dititipkan Tuhan. Sejujurnya gue nggak tau apakah benar bercerita ini di blog? Mungkin saja di luar sana ada yang mengalami hal serupa.
- Baca Juga : Mencapai Titik Ikhlas dalam Berkerja
Rasis, Siapa yang Sebenarnya Dihina?
Rasisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu – bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras yang lainnya – Wikipedia.
Biasanya saat sedang bercanda sama si mas, kami sering menyebutkan suku. Tapi tidak lain karena ingin saling memuji kegigihan satu sama lain. Bukan dalam hal jelek tentunya. Kami belajar untuk memilih kata yang tepat untuk berkomunikasi.
Pokoknya gue nggak mau kalau punya anak deket-deket sama temen-temen gue. Nanti terkontaminasi anak gue,” ujar si mas.
Gue bangga dengan suku gue, suku temen gue, suka yang ada di Indonesia yang pernah gue temui. Kalau gue menghina satu suku bukan kah juga menghina negeri ini yang berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, Indonesia memiliki sekitar 1.340 suku bangsa. Sebagai seorang makhluk ciptaan Tuhan, bukan kah kita sebenarnya tidak bisa memilih menjadi suka apa saat kita diberi kehidupan di dunia ini?
Lalu apa alasan kita berujar kata-kata rasis yang bisa melukai seseorang?
Senin, 16 November 2020
Dasar ******************, kerja lelet banget!
Seperti petir menyambar disiang bolong, entah kenapa kalimat itu begitu mengusik hari Senin yang damai itu. Jadi teringat kata-kata Rachel Vennya di instagram story :
Orang-orang biasanya akan menjadi lebih baik kalau lagi seneng. Makanya kalau ada orang yang lagi jahat sama kita doain aja mungkin hatinya lagi nggak bahagia,” Rachel Vennya
Gue pun mencoba. Berdoa yang baik. Karena setiap doa itu akan kembali ke diri sendiri. Mencoba memberikan sugesti diri untuk tutup telinga dan fokus kerja. Tidak usah meladeni orang seperti dia. Tapi disaat gue udah tenang, lagi-lagi kata rasis itu keluar dengan mulus dari mulut seorang laki-laki (maaf jadi sebut gender) yang tentunya lebih tua dari gue dengan posisi yang lebih tinggi dari gue.
Nggak penting juga punya (dokumen kerja) si ******************. Ya kan ******************. Nggak pentingkan punya kamu ini.
Entah kenapa rasanya sakit. Dan tanpa sadar gue nangis. Hahaha. Cengeng ya? Dan rasa kelunya bertahan sampai malam hari. Gue pun berusaha flash back, mungkin gue banyak salah sama orang itu. Mungkin dulu saat gue sedang di atas, gue sering bikin dia susah dan pernah melakukan hal menyakitkan. Pokoknya salahin diri sendiri aja sih. Karena gue yakin, seseorang nggak akan jahat kalau gue nggak jahatin mereka.
Ya Rabb di hari Senin yang penuh berkah, hujan turun. Ampuni dosa kedua orangtua, kakek nenek, keluarga, saudara ku, teman-teman ku. Selamatkan lah kami di dunia dan juga di akhirat kelak. Limpahkan rezeki, kesehatan dan juga bahagia untuk kami. Aamiin.
Selasa, 17 November 2020
Sebenarnya mungkin tidak hanya di tempat gue kerja. Rasisme memang sebuah tidakan yang umum terjadi. Tapi apakah hal demikian benar? Tentu saja bukan hal yang bisa kita terima dengan mudah dan bahkan melanggar hukum. Sejujurnya gue takut untuk membicarakan hal seperti rasisme ini keluar. Terlebih yang melakukan adalah orang dengan jabatan yang lebih tinggi dari gue.
Dasar si ******************, bisa-bisanya ngajarin hal nggak bener.
Padahal ya gue nggak tau apa-apa, hanya menjalankan sebuah tugas sesuai dengan perintah. Kenapa tidak mencerca yang memberikan perintah? Entahlah.
Cara Menghadapi Rasisme di Tempat Kerja
Susah sekali untuk menemukan kepercayaa diri saat kita berada di tempat kerja yang tidak bisa membela kita karena kasta kedudukan berlaku. Apalah gue yang hanya seorang upik abu? Hingga akhirnya gue memilih untuk izin kerja hari ini. Bukan tanpa alasan atau mencari-cari alasan. Tapi karena memang ada hal yang harus gue urus hari ini.
Jika kalian mengalami hal yang sama dengan gue, mungkin tips ini bisa membantu.
- Keep Calm.
Pokoknya tetap tenang. Karena menurut gue orang yang kemarin melakukan rasisme itu sedang kurang bahagia dan banyak tekanan kerja. Meladeni orang seperti dia dengan adu mulut tentu hanya membuang-buang energi. Karena pada dasarnya beban kerja masing-masing orang itu berbeda. Mungkin dia sedang banyak tekanan, sedangkan gue juga sedang dituntut multitasking. Menjalaskan apa yang sedang gue kerjakan ke dia mungkin ada baiknya, tapi kalau dia nggak mau mengerti kemungkin dia akan membandingkan dengan beban kerjanya. Jadi? Keep calm aja. - Istirahat dan Bertemu Teman-teman di Luar Circle Kerja.
Kemarin teman-teman mengajak makan siang bareng. Tapi gue merasa perlu jaga jarak dengan mereka. Karena saat terjadi rasisme nggak ada yang membela gue. Jadi untuk menjaga gue tetap sehat dan nggak larut dalam kesedihan, lebih baik gue pergi makan siang sendiri. Janjian dengan teman di coffee shop, makan siang bareng atau membaca buku adalah charger energi positif untuk gue. - Sugesti dan Berdoa yang Baik.
Menurut gue nggak akan ada yang menyelamatkan kita dari keterpurukan mental selain kita sendiri. Membuat sebuah dugaan seperti : oh mungkin gue pernah melakukan kesalahan dengan orang tersebut atau mungkin dia sedang banyak tekanan dan tidak bisa mengelola emosi adalah cara gue untuk mencari titik tenang berdoa. Siapa pemilik hati manusia? Tuhan, Sang Pencipta. Jika ada yang jahat, maka doakan agar kita diberikan kesebaran dan agar hati orang yang sedang jahat itu dilembutkan. - Tegur dengan Bijaksana.
Apakah kalian berani menegur orang tersebut? Kalau gue jujur belum menemukan titik keberanian itu. Hanya saja gue selalu bilang : maaf kemarin saya juga sedang mengerjakan ini dan membantu si A untuk menyelesaikan pekerjaan. - Lakukan Kegiatan yang Disuka
Gue suka menulis. Jadi gue menulis. Sejujurnya menulis adalah terapi yang bagus untuk mental gue. Saat patah hati, gue menulis cerita indah saat masih bersama. Saat ada kejadian rasisme, gue menulis. Bukan untuk mencari pembenaran, tapi untuk mengeluarkan energi negatif.
Well jika sebuah tindakan rasisme sangat membuat kalian terganggung, mungkin sudah waktunya kalian mencari rezeki baru di tempat lain. Dan hari ini gue mau keluar kota, membereskan beberapa pekerjaan dan mungkin mencari sebuah coffee shop baru yang nyaman untuk melepas energi negatif.
PS
Peluk dari jauh
Aku penasaran tanda bintangnya itu apa wkwkw. Emang Kak Put suku apa ya? Aku lupa kita pernah ngobrol apa hehe.
Semangat lagi ya, gpp disalurkan lewat tulisan Mungkin benar orang yang melakukan hal jahat (iya jahaaat) itu sedang tidak bahagia hatinya. Lagi pengen numpahin kekesalan ama orang lain. Sayangnya kena Kak Putri
hahahaitu yg bintang itu nama suku. cuma dipanjangan biar nggak ada yang tau aku suku apa mba. hahaha
pada akhirnya aku berpikir : rugi sih kalau sampai baper sama omongan orang itu, tapi ya namanya punya perasaan hahahaa
rasisme dan bullying fisik itu udah makanan sehari-hari budaya buruk kita emang. Sekali didiemin okelah, tapi kalau uda kumpul kekuatan langsung aja dilawan biar dia diem *pengalaman, hehehe
bener mba. sesekali nggak usah di ladenin
tapi kalau udah kelewatan kadang saya pilih mogok interaksi dengan orang tersebut. karena seperti kata orang dari pada debat, kadang didiemin itu lebih nggak enak kan. puncak marahnya seseorang itu malah pas diem. iya nggak sih mba?
Looking forward to reading more. Great article. Keep writing. Selestina Kennan Bryon