Muhammad Hanif Wicaksono adalah pemuda berprestasi yang menjadi salah satu penerima anugerah Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia Award pada tahun 2018. Dan, menjadi satu dari 10 penerima penghargaan Kalpataru pada tahun 2021.
Bagaimana perjalanan Muhammad Hanif Wicaksono hingga bisa didaulat sebagai penerima anugerah Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Award atau yang biasa disingkat SIA tersebut? Berikut kisahnya.
Hutan Kalimantan
Hutan menutupi sepertiga dari permukaan daratan di bumi ini. Akan tetapi, penebangan pohon dalam jumlah besar-besaran hingga pembakaran hutan (deforestasi) telah menyebabkan jumlah hutan berkurang drastis.
Menurut data tahun 2020, hutan tropis seukuran lapangan sepak bola hilang setiap 4 detik. Berkurangnya jumlah hutan memiliki dampak yang sangat luar biasa, yang akan dirasakan oleh manusia, hewan (satwa), dan bumi itu sendiri.
Selain memiliki dampak secara global, berkurangnya jumlah hutan akibat deforestasi juga menyebabkan berbagai jenis flora maupun fauna ikut punah. Padahal, di hutan hujan atau hutan tropis seperti hutan di Kalimantan, tersimpan banyak sekali jenis pepohonan, khususnya pohon buah khas hutan Kalimantan.
Ancaman deforestasi akibat perkembangan zaman membuat Muhammad Hanif Wicaksono yang akrab disapa ‘Hanif” ini tergerak untuk mencoba menyelamatkan berbagai macam pohon buah khas Kalimantan yang ada di hutan.
Berkenalan dengan Buah Khas Kalimantan
Hanif sendiri sebenarnya bukan penduduk asli Kalimantan. Melainkan, seorang pendatang dari Jawa Timur, tepatnya dari Blitar. Pria kelahiran 18 Agustus 1983 ini pindah ke Kandangan, Kalimantan Selatan, pada pertengahan tahun 2012. Karena, ini adalah kampung halaman istrinya-Dewi Ratna Hasanah.
Berawal dari kepindahan tersebut, Hanif mulai mengenal beberapa jenis buah-buahan lokal yang sebelumnya tak pernah ia lihat di Jawa. Melihat berbagai buah yang asing buatnya tersebut, menggugah rasa penasarannya akan buah-buahan lokal lainnya.
“Sejak saat itulah saya mulai mencari tahu berbagai jenis buah lokal lainnya, sekaligus mendokumentasikannya lewat foto,” uangkapnya.
Untuk mendokumentasikan berbagai pohon buah khas Kalimantan tersebut, secara khusus Hanif meluangkan waktu di akhir pekan demi bisa masuk-keluar hutan.
Meski pada awalnya, kebiasaannya tersebut mendapatkan tentangan dari sang istri yang merasa keberatan. Sebab, menurut sang istri, selain menyita banyak waktu, hobi Hanif menelusuri buah-buahan khas Kalimantan tersebut juga seringkali mengorbankan dana pribadi yang menyebabkan ekonomi keluarga sedikit terganggu.
Meski pada akhirnya, sang istri dan anak-anaknya kini bisa memahami manfaat dan tujuan mulia dibalik aksi Hanif tersebut.
Karena kini, tidak hanya berhasil mendokumentasikan berbagai pohon buah langka yang ada di Kalimantan, khususnya yang ada di Kalimantan Selatan, tapi Hanif juga berhasil membudidayakan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Desa Marajai yang kini menjadi tempat ia tinggal dan bertugas sebagai PNS.
Ya, pria 36 tahun tersebut kini tinggal dan bertugas di Desa Marajai. Sebuah desa yang berada di balik punggung gugusan Pegunungan Meratus.
Desa ini sendiri jarak kurang lebih 60 km dari Paringin yang menjadi ibukota Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan.
Untuk sampai di desa tersebut, dibutuhkan waktu tempuh kurang lebih 2 jam menggunakan sepeda motor. Sedangkan jika menggunakan kendaraan roda empat, akan membutuhkan waktu lebih lama karena kondisi jalan yang belum bersahabat.
Hanif sendiri bertugas sebagai penyuluh KB di Desa Marajai sejak tahun 2016. Karena satu tahun sebelumnya, tepatnya pada tahun 2015, ia mencoba peruntungan dengan mendaftar menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil).
Gayung pun bersambut, pada 2016 Hanif diangkat menjadi PNS, atau lebih tepatnya sebagai Petugas Penyuluh Keluarga Berencana (KB) dari Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Balangan. Dan, ditugaskan di Desa Marajai.
Menurut cerita Hanif, Desa Merajai adalah desa tertinggal. Karena berdasarkan hasil pendataan BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) tahun 2015, 70% warga desa Merajai masih buta huruf dan 80% adalah masyarakat prasejahtera.
“Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, di sini tembok penghalangnya lumayan tinggi. Karena lokasi desa Marajai ini jauh dari mana-mana. Beda halnya dengan desa-desa di pinggir kota yang akan lebih mudah jika menjual makanan olahan.” Keluh Hanif saat ditemui.
“Kini, Desa Marajai sudah jauh lebih makmur. Kesejahteraan dan kemajuan yang dirasakan oleh masyarakat meningkat pesat berkat kehadiran Hanif.” Begitu ungkap Adi Setiawan, Kepala Desa Marajai.
Dokumentasi dan Budidaya Pohon Buah Khas Kalimantan
Seperti yang telah diceritakan di atas, ketertarikan Hanif terhadap buah-buahan khas Kalimantan diawali sejak kepindahannya dari Pulau Jawa ke tempat kelahiran istrinya di Kalimantan Selatan.
Ia mengaku banyak menemukan buah-buahan yang tidak pernah ia lihat di pulau Jawa. Menurutnya, berbagai buah-buahan tersebut bahkan banyak yang tidak diketahui namanya atau belum pernah dilihat oleh masyarakat setempat.
Didorong oleh rasa penasaran dana rasa sukanya terhadap tanam-tanaman membuat Hanif tergugah untuk menjelajah hutan Kalimantan dan mencari buah-buahan langka untuk didokumentasikan.
Selain guat mendokumentasikan pohon buah yang ia temui selama eksplorasi, Hanif juga berusaha untuk mengumpulkan dan membudidayakan tanaman-tanaman tersebut agar tidak punah.
Hingga kini, lebih dari 100 jenis buah endemik Kalimantan yang telah dibudidayakan bersama-sama dengan masyarakat setempat maupun instansi dan Kebun Raya.
Banyaknya tanaman buah yang tidak dikenali oleh masyarakat setempat membuat Hanif bersemangat untuk memperkenalkannya kepada masyarakat. Pasalnya, beberapa buah-buahan tersebut justru dibudidayakan secara serius di luar negeri. Seperti buah kasturi misalnya.
Padahal, menurut Hanif, jika buah-buahan tersebut dibudidayakan oleh masyarakat lokal, tidak menutup kemungkinan apabila desa Marajai akan menjadi desa penghasil buah.
Selain bisa meningkatkan taraf ekonomi masyarakat, kegiatan ini juga bisa menjaga ekosistem alam. Karena pohon buah tersebut tentu sangat disukai oleh hewan liar.
Di sela-sela kegiatannya membudidayakan berbagai jenis pohon buah khas Kalimantan tersebut, Hanif juga aktif mendokumentasikan pepohonan tersebut ke dalam bentuk buku. Kini, Hanif sudah menerbitkan dua buah buku hasil dokumentasi pepohonan buah khas Kalimantan. Buku pertama berjudul “Potret Buah Nusantara Masa Kini” dan buku kedua berjudul “Buah Hutan Kalimantan Selatan.”
Kiprahnya di bidang lingkungan dan kontribusi positifnya dalam melestarikan tanaman buah khas kalimantan inilah kemudian mengantarkan Hanif meraih penghargaan dari Astra SATU Award pada tahun 2018 untuk kategori penggerak lingkungan dan Penghargaan Kalpataru tahun 2021 dari KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan).
Sebagai aset berharga di daerah, Hanif tentu saja berhak mendapatkan pembinaan agar bisa berkembang dan terus berjuang menjaga lingkungan. Karena itulah, Astra International melalui ajang SATU Award tidak ragu memilih Hanif sebagai penerima penghargaan tersebut.
Tidak hanya pihak Astra, apa yang dilakukan Hanif ini juga tentu saja harus didukung oleh berbagai pihak. Khususnya dari pemerintah daerah dan stakeholder, serta, kita sebagai masyarakat umum yang secara tidak langsung pasti akan turut menikmati jerih payah Hanif dalam melestarikan lingkungan tersebut.