Jak Koffie | Dokumen Pribadi |
LilPJourney.com | Banjarmasin – Kopi adalah bahasa universal. Dan setiap cangkir kopi selalu punya ceritanya sendiri. Setiap kedai selalu punya kesannya sendiri. Seperti Jak Koffie yang berhasil membuka banyak cerita tentang Toraja.
Menikah itu nasib, mencintai itu takdir. Kamu bisa berencana menikahi siapa, tapi tak dapat kau rencanakan cintamu untuk siapa (Sujiwo Tedjo) – tutur dinding Jak Koffie yang bisa berbicara.
- Baca Juga : Pelatihan Barista dan Usaha Warung Kopi
DARI MAKASSAR YANG TAK DISENGAJA
Happy life om | Dok Pribadi |
September 2017, Makassar menjadi saksi bahwa manusia yang tak pernah berencana bisa bertemu di suatu tempat. Saat itu tanpa sengaja gue dan om Jay sama-sama ke Makassar. Dia yang dari Surabaya dan gue yang dari Banjarmasin, dalam konspirasi alam bertemu di salah satu coffee shop di Makassar. Gue berencana ke Labengki terlebih dahulu sebelum ke Toraja, sedang om Jay cuma ke Toraja.
Lu udah balik dari Labengki? Gue kasih tau yaaa tempat mana aja yang harus lu datengin pas di Toraja nanti. Dan jangan kelewatan buat ke Jak Koffie, karena lu pasti suka,” tutur om Jay di telepon saat dia sudah kembali ke Surabaya.
12 JAM DI TORAJA
Saat pertama ke Jak Koffie | Dok Pribadi |
Kunjungan pertama ke Toraja hanya berlangsung 12 jam. Padahal bisa dibilang fisik kala itu sudah lelah karena Trip Sombori-Labengki ditambah posisi tidur pada kursi sisa di bis yang kurang enak. Tapi yang namanya doyan touring, ngeliat motor dan jalan mulus, diri ini nggak bisa diam menuruti rasa lelah.
Ayok ce, kita gas pol keliling Toraja 12 jam,” tutur gue ke Cece
Puas menjelajah tempat wisata iconic Toraja seperti Ke’te Kesu’ dan Lo’ko Mata, sambil menunggu bis berangkat menuju Makassar (jam 7 pagi sampai Toraja, jam 8 malam balik Makassar), gue inget ada satu yang belum gue datengin. JAK KOFFIE. Terletak di tengah Kota Rantepao dekat dengan perwakilan bus Bintang Prima dan pasar oleh-oleh, coffee shop ini mampu mengantarkan rasa nyaman. Gue pun seketika terhipnotis.
Saat pertama kali datang ke Jak Koffie yang ada dipikiran gue : mungil yaaa, pantes gue muter-muter nggak nemu. Waktu itu gue terdoktrin bahwa Toraja adalah RUMAH KOPI. Jadi wajar kalau gue berekspektasi akan menemukan banyak coffee shop besar disini. Dan… ini tak seperti imajinasiku.
BACA JUGA : 5 COFFEE SHOP TORAJA YANG HARUS KALIAN KUNJUNGI
Jak Koffie | Dok Toraja |
Saat Pertama
Pelan gue membuka pintu bercat merah Jak Koffie yang langsung disambut oleh bar kopi dan deretan kopi dalam toples. Aroma khas coffee shop pun menyeruak, lalu sosok lelaki berbaju flanel coklat dengan potongan rambut undercut yang diikat, khas barista gitu, menyapa gue. Hello! Selamat datang di Jak Koffie. Sapa lelaki yang setelah berkenalan ‘biasanya di panggil Jak atau Micha’, barista sekaligus owner Jak Koffie.
Waaah jangan-jangan mbaknya barista ya?” tanya kak Micha saat gue memilih beans mana yang ingin gue di Jak Koffie untuk pertama kalinya.
Jujur saja, saat itu ilmu kopi gue masih minim banget. Sedangkan deretan toples kopi di Jak Koffie begitu menggoda. Ada dua jenis kopi, Awan dan Sapan dengan roastingan medium, medium to dark dan light. Lalu jatuhlah pilihan : yang rekomendasi dari kak Micha aja deh buat tubruk.
Oh penikmat kopi tubruk ya. Kopi jujur? Hahaha. Kalau gitu coba Sapan medium roast ya” tutur kak Micha.
Sambil menunggu seduhan kopi tubruk Sapan, gue menelusuri setiap jengkal Jak Koffie. Merekamnya dalam ingatan, takut kalau nggak akan kembali kesini lagi. Dinding sebelah kiri bercat putih dengan susunan cangkir, coretan tangan dari pengunjungnya yang meninggalkan jejak dan beberapa bingkai foto. Sedang dinding sebelah kanannya dibiarkan unfinished, masih batu bata merah dan dihiasi dengan bingkai-bingkai foto.
Di bagian bar dari Jak Koffie, selain deetan gelas, mesin espresso dan grinder, ada juga mesin roasting yang dengan gagahnya mengisi bar Jak Koffie. Ah ini bar coffee shop terseksi yang pernah gue lihat kala itu.
Secara keseluruhan, design Jak Koffie mempunyai konsep vintage, dengan 80% furniturenya merupakan recycle concept dan menonjolkan kesan Toraja tempo dulu yang bisa dilihat dari pemilihan foto yang di pajang di dinding coffee shopnya. Seluruh kursinya menggunakan kayu yang yang diplitur warna alami. Walaupun nggak empuk, tapi nyaman untuk ngopi sambil baca beberapa buku koleksi Jak Koffie.
Jak Koffie adalah rumah pertama gue di Toraja. Ada kepingan hati yang gue selipkan disela-sela buku disini.
OBROLAN TENTANG KOPI
Jak Koffie, September 2017 | Dok Pribadi |
Jak Koffie didirikan pada 18 Oktober 2014 oleh Kek Micha dan Leo. Dua sahabat yang sudah menghabiskan waktu berjam-jam diberbagai coffee shop untuk menikmati seduhan kopi terbaik. Pantas setiap seduhan kopi Jak Koffie selalu terasa spesial. Karena jam terbang seseorang di dunia kopi tak akan memungkiri kenikmatan dari seduhan kopinya.
Kak Micha akhirnya menjadi salah satu sosok teman terbaik di Toraja. Dari 5 kali datang ke Toraja, 3 kalinya selalu ke Jak Koffie sebelum berangkat menjelajah Toraja. Terlepas dari rasa seduhan kopinya, sosok Kak Micha yang humble menjadikan Jak Koffie lebih spesial. Apalagi kalau sudah membahas tentang dunia kopi, sosoknya seakan lebih hidup dengan semangat ABG tapi isi kepalanya bak sastrawan handal.
Kualitas Premium
Disini, selain kalian bisa menikmati secangkir kopi, kalian juga bisa membeli kopi Toraja dengan kualitas premium entah green bean, roasted bean, atau ground coffee dan kalau kalian tertaik mempelajari tentang kopi, kalian bisa mengambil kelas kopi disini. Cukup kirim e-mail ke jakkoffie@gmail.com untuk mengatur jadwal dan jenis kelas kopi apa yang kalian inginkan.
JAK KOFFIE DAN DRAMA BIS HINGGA MA’ NENE’
Bis Toraja – Makassar | Dok Pribadi |
Berat rasanya ketika harus mengakhiri obrolan dengan Kak Micha saat kunjungan pertama ke Jak Koffie malam itu. Jak Koffie yang nyaman dan barista yang menawan? Haha. Dalam hati saat itu terapal do’a : jika umur ada, semoga kaki ini tertuntun kembali ke Toraja.
Sorry, baru ke Jak Koffie ya? Gimana rasanya? – sapa lelaki tak dikenal dalam bis.
Saat itu gue lagi asik ngobrol sama cece sebelum bis berangkat menuju Makassar. Dan tiba-tiba penumpang bis di depan kami menyapa, yang ternyata merupakan staff Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Toraja Utara. Sempat ngobrol beberapa saat : sudah sejak kapan di Toraja? Berdua aja? Kemana aja?, gue pamit pindah duduk kedepan dan ternyata sapaanya menuntun gue ke Toraja pada Agustus 2018 di acara Ma’nene’. Penasaran dengan ceritanya? Baca : Ma’nene’ pengantar rindu Toraja pada leluhur.
SELAMAT PAGI TORAJA
“Aku inget, none Banjarmasin!”, sapa kak Micha saat gue membuka pintu Jak Koffie.
Masih menggunakan masker, gue masuk ke Jak Koffie pada hari pertama gue sampai di Toraja bulan
Desember 2018. Sayup-sayup terdengar lagu Indonesia Raya folk mengisi Jak Koffie. Menghiraukan kak Micha yang bertanya ingin memesan apa, yang lalu gue jawab : terserah baristnya mau bikinin apa, gue mulai menyusuri coffee shop ini dengan semua ingatan yang tersisa saat pertama kali kesini. Ada beberapa yang di reposisi. Letak galon misalnya. Tapi atmosfer disini selalu sama : homie.
Hi Kak Micha! | Dok pribadi |
Iseng, gue buka whatsapp dan mengetik : hai om, aku di Toraja! Sini aku ditempat kak Micha nih. Aku bawain coklat juga nih special buat kamu. Lalu sejurus kemudian Om Fyant, staff Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Toraja Utara, membalas : loh jadi ke Toraja lagi? Saya masih di Makassar jemput kakak. Oh iya, rumah Om Fyant ini diseberang Jak Koffie. Pantas waktu itu telinganya sensitif saat gue gosipin Jak Koffie di dalam bis. Selain itu Om Fyant dan Kak Micha juga berteman serta sama-sama suka fotografi.
Kak Micha dan ‘istri’ barunya | Dok Pribadi |
Tidak Ada Alasan untuk Melawatkan Jak Koffie
Kemarin, saat ke Toraja untuk melihat acara Ma’nene’, Jak Koffie tutup karena Kak Micha sedang ada job lain di Makassar. Padahal waktu itu sudah membawakan kenang-kenangan untuk Kak Micha. Takut kalau Jak Koffie lupa sama gue. Haha. akhirnya di titip ke Om Fyant. Tak ada alasan untuk melewatkan kunjungan ke Jak Koffie saat ke Toraja. Karena Jak Koffie adalah rumah. Rumah untuk orang yang suka ilang dari rotasi bumi seperti gue.
Bantal (kuning) untuk nyender Kak Micha | Dok Pribadi |
Lain kali harus buka ya kak kalau aku ke Toraja, atau Jak Koffie aku akuisisi – tulis gue di kolom chat whatsapp.
Tapi, atmosfer Jak Koffie kala itu berbeda saat gue kembali ke Toraja pada bulan Maret 2019. Terasa lebih nyaman. Ada Om Fyant yang jemput gue dari rumah Mama Debora untuk anterin ngopi di Jak Koffie, sedang dia langsung kerja. Kak Micha juga kaget : waaaah udah ke Toraja lagi aja none! Sudah pindah ke Toraja aja. Sapa Kak Micha yang dilanjutkan dengan satu cangkir kopi pesanan gue, lalu disusul dua cangkir kopi lainnya : aku belum ngopi juga, kamu coba deh yang ini, kalau ini yang light. Pesan satu cangkir, datang 3 cangkir itu hal yang biasa untuk gue saat ke Jak Koffie.
Om, cepetan balik ke Jak Koffie sebelum aku kembung karena Kak Micha terus-terusan bikinin kau kopi. – ketik gue di kolom chat ke Om Fyant.
Makasih Om Fyant! | Dok Pribadi |
Satu Tempat Seribu Cerita
Kenapa harga kopi mahal? Karena harga sinar matahari itu mahal. Kurang lebih begitulah isi tulisan salah satu stick note di toples green beans Jak Koffie. Untuk kalian pecinta kopi kualitas premium, kopi grade 1, tak ada salahnya menambahkan Jak Koffie di wishlist coffee shop yang harus kalian kunjungi. Karena selain kualitas seduhannya, kualitas beans disinipun terjamin. Kak Micha sendiri mengawal kopi yang disajikannya dari perkebunan kopi, pemrosesan paska panen hingga roastingnya. Micro Roastery. Sampai Jumpa di lain waktu kak Micha!
Jak Koffie mungkin tempat singgah terakhir saat ke Toraja September 2017 lalu. Tapi sebenarnya Jak Koffie adalah pengantar semua cerita petualangan di Toraja, sampai 5 kali balik. Kalau waktu itu tak singgah, apakah cerita tentang Toraja yang menakjubkan mampu hadir di blog ini? Apakah aku dan kamu yang pernah menjadi ‘kita’ masih bertemu? Pada akhirnya ngopi di Jak Koffie merupakan ritual wajib ketika ke Toraja.
JAK KOFFIE
Instagram : @jakkoffie
Jam buka : 08.00 – 17.00
Seduh kopi premium.
Wah, ceritanya deep sekali~ sebuah tempat bisa punya makna sedalam ini hehe, semoga Jak Koffie laris manis ya dan tetap buka sampai 100 tahun lagi. Nanti kalau ke Toraja, akan coba mampir 😀
Oh My! Terimakasih kunjungannya kak Creameno!
Iya, aku juga gk nyangka kalau Jak Koffie bisa sampai punya cerita yang bikin aku jatuh cinta sama Toraja.
Cerita yang menarik, terakhir ke toraja 2013, belum nemu coffeeshop, tp sempet ngerasain kopi tubruk lokal pasar toraja. Kalau ada waktu kesana lagi saya coba mampir ke sini
Paling suka sama kafe yang homie banget gini,
pingin eh ke toraja langsung menikmati dari asalnya kopi yang tersohor itu
wahhh santuy parah nih disini. Ngopi sambil nongkrong atau sekedar baca buku asyik juga
Kalau ke Toraja harus mampir neh, aku udh kepoin ig nya krn kapan2 pasti mampir.
Dibalik penyajian kopi yang sederhana, ternyata prosesnya penuh dengan lika liku cerita dan proses yang nggak gamnpang ya! Semoga Jak Koffie laris manis selalu 😉
Regards,
HEYDEERAHMA.COM
Wah sumpah ini tulisan bikin aku penasaran sama kopi toraja di Jak Koffie. Meski aku bukan kopi mania, tapi tak ada salahnya mencoba. Aku tuh pecinta aroma kopi
Itu tempatnya asik banget ya. Cozy gitu, pantesan aja betah bolak balik ke sana
Tiap baca postingan Mbak Putri pasti baca Toraja dan kopi. Sepertinya mbak pecinta kopi sejati.
Jak Koffie Toraja ini spesial banget sepertinya ya. Apalgi bagi pencinta dan penikmat kopi. Sinar matahari begitu berharga daam proses pembuatannya. Kopinya premium begini siapa yang ga mau yah? wkwkwkwkw mau dong nyobain 🙂 Bisa sambil santai nonton tv kayaknya asik.
Membuka kedai kopi di tempat penghasil kopi tentunya tak mudah, karena mungkin banyak orang yang paham soal kopi. Apalagi untuk mempertahankannya. Semoga Jak Koffie ini terus awet ya 🙂
Waktu ke Toraja saya nggak tahu kalau ada Jak Koffie ini
Banyak banget cafe kopi di sana ya, katanya kopi toraja tidak meninggalkan rasa pahit saat diteguk? iya kah? aku bukan pencinta kopi soalnya tepatnya tidak suka.. karena kopi rasanya pahit
Saya enggak terlalu suka ngopi,tapi jadi penasaran pengen cobain kopi Toraja ini. Jak Koffie ini tempatnya asyik, ya. Interiornya cakep.
Kalo jadi ke toraja ajakin kesini yah hahaha
Kirain di Jakarta. Saya udha mau meluncur aja nih kalau di Jakarta hehehe. Mudah-mudahan ada rezeki supaya saya dan keluarga bisa ke Toraja. Aamiin
Oke. Masukin Jak Koffie ke dlm daftar itinerary kalo main ke Toraja.
Pengen banget nyobain kopi Toraja. Ini yang sering kelewat buat nyicipin kalau ke cafe. Semoga saja suatu waktu nanti benar-benar bisa nyicip langsung di Torajanya.
Ke Jak Koffie sudah bukan lagi sekadar mampir ngopi ya, namun berkunjung ke rumah sahabat. Kirain kak Micha itu cewek, ternyata cowok dan ganteng. Pantes Putri terpukau 😀
Apa mungkin maksudnya "Micah" atau "Mikha" ya? Nama Nabi di dalam Alkitab.
Put, merunut cerita perjalananmu, seperti menyusuri rencana besar Tuhan untukmu dan Toraja. Satu pertemuan mengantarkanmu pada pertemuan berikutnya, dan begitu seterusnya, selalu ada alasan bagi kamu untuk kembali ke Toraja. Nggak sabar menunggu kelanjutan kisahmu dengan Toraja 🙂
Seru banget ya dari awal berjumpa akhirnya jadi teman baik, sampai berkali-kali mampir tiap ke sana, kopi Toraja memang endeus yaaa
Kopi Toraja tuh emang enak banget sih, aku sekarang nih semacam candu banget sama kopi. Mau nulis atau aktivitas kudu kena kopi dulu.
Waaah seru sekali mba punya tempat ngopi favorite yang akan selalu dikangenin seperti ini