Lilpjourney.com | Jurnal Kopi – Toraja is alwasy good idea. Enam kali ke Toraja sepertinya nggak bikin gue bosan. Selalu ada cerita baru, coffee shop baru, orang baru dan petualangan baru. Kali ini, gue berhasil memenuhi bucket list coffee shop yang pengen gue kunjungi saat ke Toraja. Namanya Toraja Art Coffee. Coffee shop spesialisasi kopi Toraja Sapan. Percayalah, cerita coffee shop kali ini unik dan ternyata berkaitan dengan perjalanan Toraja gue sebelumnya.
Semua Gara-gara Kopi
Menurut Wikipedia, Toraja merupakan suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan. Diperkiraan saat ini terdapat 1 juta jiwa suku Toraja yang sebagian besar tinggal di Toraja Utara dan Tana Toraja. Dahulu, masyarakat Toraja menganut kepercayaan animisme yang dikenal dengan Aluk To’dolo. Kata Toraja sendiri berasal dari bahasa Bugis To’ Riaja yang berarti orang yang tinggal di negeri atas.
Petualangan gue di Toraja bermula pada September 2017. Saat gue dan dia masih berada di zona aman. Sama-sama suka kopi dan jalan-jalan membuat kami nyambung hingga berjam-jam telpon dikemacetan Kota Surabaya atau saat dia melakukan perjalanan Surabaya – Banyuwangi. Sampai akhirnya tiba-tiba kami bertemu di Makassar. Dia hendak ke Toraja, sedang gue ke Kendari. Dan akhirnya kami ngopi di coffee shop Toarco.
Loe kapan ke Toraja? Gue udah balik nih. ‘Tar gue kirimin itinerary tempat wisata di Toraja ya. Loe cuma satu hari aja kan disana? Terus jangan lupa langsung beli tiket bis buat pulang malamnya,” ujarnya saat telpon di whatsapp.
|
Kopi Membuat Gue Berpetualang
Sayangnya, gue nggak mengindahkan saran dia untuk membeli tiket bis pulang. Hingga akhirnya, satu kata “Halo” dari Om Fyant Layuk membuat gue kembali ke Toraja untuk datang ke acara ma’ nene’. Dan untuk pertama kalinya gue bener-bener jatuh cinta, pada Toraja. Kota yang menjadi salah satu icon pariwisata Indonesia karena kekayaan budaya dan kopinya.
Menurut beberapa artikel yang pernah gue baca. Kopi Toraja Sapan meruapakan salah satu kopi terbaik Indonesia. Tumbuh di dataran tinggi dengan ketinggian 1400-2100 masl yang beriklim tropis, membuat kopi Toraja Sapan mempunyai karakteristik rasa yang unik. Menurut gue pribadi, kopi Toraja Sapan ini memiliki body yang full, dengan tingkat keasaman yang rendah khas buah-buahan seperti apel hijau serta after taste dark chocolate.
Ya, sebenarnya kopi lah yang membuat gue berpetualang di Toraja. Tepatnya, ‘dia’ lah pengantar gue di Toraja. Membuat gue tertarik dengan Toraja karena cerita-cerita dia tentang pemakaman milyaran rupiah hingga mummy yang bisa berjalan. Dan karena Torajalah, dia pada akhirnya memilih untuk tidak menjadi apa-apa. Memilih menciptakan zona nyamannya bersama wanita yang saat ini sudah menjadi travelmatenya. Selamat!
Karena kopi gue dan dia berkenalan dan bertualang. Karena kopi gue dan om Fyant saling menyapa di dalam bis Toraja-Makassar dan menjadi cerita manis tersendiri dalam perjalanan gue di Toraja. Hingga akhirnya, karena kopi blog ini hidup dan mempunyai banyak cerita.
|
Toraja, Desember 2018
Harusnya saat itu gue kembali ke Toraja untuk datang ke acara Rambu Solo’ Oma dari Om Fyant.Tapi karena banyak hal, akhirnya gue memutuskan untuk indie menikmati Toraja di rumah mama Sarjani dan menjelajah Kampung Ollon.
Padahal aku udah bawain coklat natal buat kamu om,” ketik gue di kolom chat Line.
Sore itu, saat gue mengejar festival kopi yang menjadi rangkaian dari Lovely December di Ke’te Kesu’, gue bertemu tiga mahasiswa dari Makassar. Mereka–Asmita, Chaliq dan Umar–yang mengambil program studi Desain Komunikasi Visual sedang mengerjakan tugas akhir: membuat film dokumenter. Chaliq mengambil tema Kopi Toraja Sapan untuk proyek filmnya. Dari Chaliq inilah gue tau coffee shop Toraja Art Coffee.
Perihal kopi Toraja Sapan, yang mendapat julukan Queen of Indonesia Coffee, pernah gue ulas pada artikel Jurnal Kopi : Mengenal ‘Queen of Coffee’ Kopi Toraja. 70% kopi Toraja Sapan grade 1 secara konsisten telah di ekspor ke Jepang. Ialah PT. Toarco Jaya yang secara legal memiliki izin untuk mengekspor kopi Toraja Sapan.
Dan luar biasanya benang merah Toraja ini membawa gue secara tidak sengaja menginap di tengah perkebunan kopi milik PT. Toarco Jaya yang sayangnya sudah tidak beroperasi. Ingat bukan di awal gue ada menyinggung tentang Toarco. Ya. Ini perusahaan yang sama.
Baca Juga : Landorundun, Sang Putri Rapunzel Toraja |
Bukan Sekadar Coffee Shop
Sekecil apapun keputusan yang gue ambil, gue nggak pernah menyesali itu. Termasuk ketika gue nekat ke Toraja pada bulan Agustus 2019 kemarin untuk ke acara Peresmian Pasar Hutan Bambu To’kumila. Dan ketika kembali kerja, tiba-tiba gue dipindahkan ke bidang lain tanpa penjelasan. Hehehe. Kaget? Jelas. Tapi sebagai bawahan gue bisa apa selain mentaati perintah atasan bukan?
Tapi beruntungnya setelah pindah, gue punya jam kerja dan hidup yang lebih teratur. Bahkan gue bisa lebih mudah mengajukan cuti. Seperti saat Oktober kemarin gue tiba-tiba pengen ke Toraja. Kali ini, gue ke Toraja tanpa tujuan jelas. Mungkin hanya melarikan diri dari rutinitas, menjenguk mama Sarjani dan berkunjung ke coffee shop yang direkomendasikan Chaliq, Toraja Art Coffee.
Hallo om Fritz. Saya Putri dari Banjarmasin. Teman Chaliq mahasiswa Makassar yang kemarin membuat video tentang kopi Toraja Sapan, jika om Fritz masih ingat. Saya sedang berada di Toraja dan berencana untuk berkunjung ke coffee shop Toraja Art Coffee. Apakah buka pada hari Minggu?” ketik gue di kolom chat Whatsapp.
Lembah Keramat Minggu Pagi
Hari Minggu pukul 10 pagi, gue sampai di Toraja Art Coffee. Walaupun awalnya sempat kebingungan karena om Fritz hanya memberi arahan : di Lembah Keramat dekat pertigaan arah Tikala dan di depannya ada patung salib. Tapi gue berhasil menemukan coffee shop ini.
Jika diperhatikan dari depan, Toraja Art Coffee ini lebih mirip rumah seniman ketimbang coffee shop. Di terasnya ada deretan lukisan yang digantung pada dinding coffee shopnya. Kursinya terbuat dari kayu, sedang mejanya ada yang terbuat dari marmer. Sangat artistik untuk ukuran ‘coffee shop’. Oh iya, di sisi kanannya ada gazebo dan kolam ikan. Tanaman merambat dan pohon hias turut menghiasi pekarangan Toraja Art Coffee. Betah banget berlama-lama disini. Apalagi tanpa kipas angin, Toraja berhawa dingin.
Bertemu Kak April dan Putri Kecilnya
Kedatangan gue saat itu disambut oleh Kak April dan putri kecilnya yang baru berusia 40 hari. Kata Kak April, Om Fritz sedang menjemput tamu dari kementerian UKM Provinsi Sulawesi Selatan. Setelah mendapat izin dari Kak April, gue masuk ke bar Toraja Art Coffee. Disana ada banyak sekali pilihan roast beans. Oh tentu saja, gue pengen cobain Toraja Pulu-pulu Wine. Salah satu kopi mahal karena menggunakan proses fermentasi atau biasa disebut ‘wine proses’.
|
Saat sedang menyelidiki koleksi buku, Om Fritz datang bersama Pak Aziz. Kami pun langsung berjabat tangan dan saling memperkenalkan diri. Jujur saja saat melihat om Fritz pertama kali, yang ada di kepala gue adalah mungkin beliau mempunyai gen Indonesia-Jepang. Berbeda dengan kebanyakan orang Toraja yang pernah gue temui, Om Fritz mempunyai mata sipit dengan tatapan yang tajam, perawakannya tinggi dengan kulit kuning langsat, dan rambut panjang yang diikat seperti samurai Jepang. Memberikan kesan khas diingatan gue.
Membicaran konsep coffee shop, sepertinya konsep ‘art’ di Toraja Art Coffee ini tak jauh dari kecintaan Om Fritz terhadap seni. Selain sebagai coffee shop dan tempat memproses kopi, ternyata Toraja Art Coffee juga merupakan tempat berkumpulnya para seniman Toraja, entah untuk belajar ataupun untuk forum diskusi.
Sejak 1999
Om Fritz ternyata bukan orang sembarangan di dunia kopi. Beliau sudah terjun di dunia kopi sejak tahun 1999 dengan mengekspor kopi ke Jepang. Sedang Toraja Art Coffee sendiri mulai roasting kopi sejak 2009.
Dulu iya, saya menjual green beans dan kopi gabah. Tapi sekarang, Toraja Art Coffee tidak hanya coffee shop tapi juga micro roastery, hanya menyediakan yang sudah di roasting. Dimana dari pemetikan sampai roasting kami lakukan sendiri,” tutur Om Fritz.
Tidak heran jika di Toraja Art Coffee ini menyediakan kopi dengan berbagai macam proses. Bahkan Om Fritz dengan antusias mengeluarkan koleksi green beansnya. Ada Toraja Sapan dengan Honey dan Full Wash proses, serta ada juga Toraja Pulu-pulu, jenis kopi Toraja yang saat ini sedang naik daun karena punya taste yang unik, dengan proses Natural dan Wine.
Green beans tersebut diletakkan Om Fritz dalam sebuah wadah yang terbuat dari gerabah. Wadah tersebut ditopang dengan tulang kerbau setinggi kurang lebih 30cm-50 cm. Semerbak harum green beans membuat gue sejenak terhipnotis. Apalagi saat mencium aroma green beans dengan proses wine. Wow! Harum banget.
Berbicara tentang mangkuk yang digunakan sebagai wadah green beans, Om Fritz pun menuturkan bahwa wadah ‘mangkuk’ ini bukan sembarang mangkuk. Karena dulu, mangkuk ini hanya boleh dipakai oleh kaum bangsawan Toraja. Biasanya mangkuk ini digunakan untuk tempat makan saat acara-acara adat. Jadi, apakah beliau juga dari keluarga bangsawan Toraja? Simak ceritanya sampai akhir ya.
Berbicara tentang kopi Toraja Sapan, saat ini sebenarnya sangat sulit untuk mendapatkan kopi Toraja Sapan yang asli. Saya yang orang Toraja saja kalau tidak jeli bisa mendapatkan grade 2 atau malah bukan Toraja Sapan. Sampai akhirnya saya memilih selain memetik kopi dari perkebunan kopi milik keluarga saya, juga memetik dari perkebunan kopi milik petani kopi di Sapan langsung,” tutur om Fritz.
Berbagi Ilmu Tentang Kopi
Salah satu temen gue yang berprofesi sebagai barista pernah menuturkan bahwa petani kopilah yang paling tau karakter sebuah kopi, sedang barista hanya eksekutor terakhir. Hampir 20 tahun berkecimpung di dunia kopi, tak heran om Fritz mempunyai indra kopi yang tajam khususnya Toraja Sapan. Hebatnya, beliau tidak hanya sebagai eksekutor akhir, tapi dari pembibitan, penanaman, pengontrolan kualitas di perkebunan kopi beliau lakukan sendiri.
Tidak hanya itu, beliaupun tidak segan untuk berbagi ilmu tentang kopi ke petani kopi. Contohnya saat pemetikan cherry kopi, agar menghasilkan green beans yang berkualitas, hanya cherry yang benar-benar berwarna merah sempurnalah yang boleh di petik. Untuk yang berwana hijau atau kuning jangan dipetik. Tujuannya selain untuk mendapatkan green beans yang berkualitas, tapi juga untuk mengangkat nilai jual si kopi.
Jadi dengan latar belakang pengetahun tentang kopi yang begitu luas, nggak salah kalau gue memberi label beliau sebagai ‘petani kopi paling keren’ kan? Oh iya, Kak April, istri Om Fritz juga bukan perempuan sembarangan loh. Kak April selain mahir memainkan perannya di dapur, dia juga mahir dalam roasting dan brewing kopi. Pasangan yang luar biasa keren kan?!
Saat gue menyinggung tentang Toraja Kalosi pun Om Fritz mengatakan bahwa untuk saat ini alangkah baiknya jika ingin mendapatkan kopi Toraja yang berkualitas bisa datang ke pasar kopi di Toraja. Itupun harus hati-hati agar benar-benar mendapatkan kopi Toraja Sapan yang asli. Sedang Kalosi sendiri merupakan pasar kopi di Enrekang, bukan Toraja.
Jadi dulu sebelum akses jalan mudah seperti sekarang, para petani kopi dari Sesean menjual kopinya di Pasar Kalosi, karena akses jalan ke Kalosi lebih mudah di lalui dari pada ke pasar kopi di Toraja. Jadi kalau dulu Kopi Toraja Kalosi memang berasal dari Toraja, untuk saat ini sepertinya pembeli harus lebih jeli,” cerita om Fritz.
Benang Merah
Seperti yang gue ceritakan di awal, benang merah cerita gue di Toraja ini nyata adanya. Dan secara kebetulan orang-orang yang gue kenal di Toraja pun saling mengenal satu sama lain. Bermula dari pertanyaan Om Fritz di mana gue biasa menginap saat di Toraja dan gue menyebut di Tongkonan Kale Landorundun milik mama Sarjani La’lang.
Sebentar, bagaimana bisa kamu kenal dengan tante Sarjani? Beliau itu keluarga saya. Yang kemarin meninggal di Landorundun itu, nenek saya,” tutur Om Fritz.
Seketika gue merasa takjub. Nggak menyangka bahwa Om Fritz dan Mama Sarjani ada hubungan keluarga. Foto di atas adalah Almh. Ne’ Le’bok, mama dari mama Sarjani yang pada bulan bulan September kemarin telah berpulang.
Meninggalnya Seorang Bangsawan Toraja
Satu fakta tentang Toraja lainnya yang baru saja gue tau. Yaitu bagaimana seorang bangsawan Toraja meninggal diperlakukan. Berawal dari Om Fyant mengirim foto ‘seseorang’ yang duduk di kursi dan di belakangnya ada banyak kain tenun digantung pada dinding tongkonan. Awalnya gue nggak ngeh, sampai Om Fyant menjelaskan. Bahwa ada tradisi di Toraja di mana jika seorang meninggal dan jenazahnya didudukan di kursi, maka upacara adatnya akan menjadi salah satu upacara adat besar. Bisa dikatakan beliau dari keluarga bangsawan.
Jadi sudah bisa menarik kesimpulan bukan?
Kemarin aku ke tempat om Fritz untuk foto acara anaknya. Aku tau tongkonan tempat kamu biasa menginap. Yang punya tongkonan keluarga Om Fritz kan,” tutur om Fyant saat kami sedang video call.
Sampai akhirnya, semua orang dalam ceritaku saling kenal. Lucu ya? By the way, kemarin mama Sarjani memberi kabar. Oktober 2020 rencananya Oma akan di Rambu Solo’.
Peluk dari jauh
kalo ke Toraja wajib hukumnya cobain kopi khasnya nih
cerita perjalanan yang saling menyatu ternyata membawa kesan sendiri ya, pengalaman yang nggak terlupakan
Berarti perkembangan coffee shop di Toraja berkembang pesat Mba. Apalagi Tana Toraja juga punya perkebunan kopi bukan?
Seru sekali ya, bisa langsung mencicipi kopi terbaik Indonesia di sana. Aaahh, kapan ya bisa ngebolang ke Toraja….
Selalu saja ada cerita ya, setiap traveling ke Toraja…
Nice story
Tempatnya asyik banget. Menikmati seduhan kopi di tengah-tengah suasana Toraja yang penuh magis. Hmm, semakin menambah kenikmatan ya.
Saya pernah ke Toraja zaman masih SMP sekitar tahun 1998.. berarti kafe ini belum ada ya, karena baru ada tahun 1999. Baiklah, semoga suatu saat bisa menjejakkan kaki ke Toraja dan mampir ke kafe kopi yang unik ini.
Ehm.. ehm.. sepertinya, bila nanti Mbak Putri ditanya mau tinggal di kota mana, kayaknya akan nyebut TORAJA hehehe. Soalnya dari ceritanya, sudah ada ikatan kuat dengan Toraja. Apalagi sudah kepincut dangan kopi dan adat isitiadatnya.
Saya sudah lama sekali ke Toraja, Mbak. Itu pun sudah banyak lupa. Makanya pengin ke sana lagi. Semoga terlaksana setelah pandemi berakhir. Aamin.
Toraja emang punya segudang cerita ya mbak, biarpun belum pernah berkunjung kesana tapi lewat cerita2 mbak Putri, serasa aq udah ikut traveling kesana
kece banget rumah ini ya kak, beneran banyak informasi berguna tentang kopi Toraja terhimpun disini. satu tempat berjuta informasi. Sembari mendengar cerita dan menyeruput kopi pasti jadi hal menyenangkan sekali ya
Tana Toraja selalu menarik untuk diulas. Banyak hal menarik di sana yang saya belum pernah melihatnya sendiri. Semoga suatu hari nanti.
Saya enggak terlalu mengerti soal kopi Kak, cuma suka sama wanginya saja. Tapi dari tulisan ini saya jadi bisa tahu kalau proses untuk menjadi kopi yang enak dan nikmat itu membutuhkan proses panjang serta orang yang paham. Pada akhirnya, kopi memang bukan sekadar kopi ya tapi ada filosofi dibalik itu semua.
Wah seru sekali petualangannya mencari kopi2 unik. Aku baru tau nih ternyata Kopi Toraja menjadi ratunya kopi di Indonesia. Harus dicoba banget nih. Toraja menjadi salah satu wish list traveling gw nih. Smg pandemi lekas selesai. Jadi gw bs ngebolang lagi. Di Sulawesi baru nemplok ke Manado doank hahaha..
Saya baru 1x ke Toraja, dan memang budayanya benar2 unik. Sayang waktunya terbatas, jadi belum bisa mengeksplor banyak hal, termasuk kopinya
Waw.. Gimana ya rasanya makan minum di mangkuk bangsawan? Aku pernah minum kopi toraja dikasih sodara yg berkunjung ke sana. Enak. Kopinya khas. Beda ama kopi Jawa
bagai menemukan surga kopi ya mbak
aku sih orang yang biasa aja ya terhadap kopi, tapi tentu aku akan antusias kalau aku datang ke toraja art coffee
sebab kopi selalu menarik, apalagi toraja terkenal akan kopinya kan
cek
Beberapa kali baca tulisan Mbak Putri tentang kopi dan Toraja. Selalu menarik dan gak bosenin. Waah udah 6 kali ke Toraja. Wooow…
Aaaaa pengen banget bisa ke Toraja terus nyobain kopinya langsung di Toraja. Btwe sekarang buka gak sih, siapa tau tahun ini bisa menjejakkan kaki di tanah Toraja, doain ya mbak
Waw.. Gimana ya rasanya makan minum di mangkuk bangsawan? Aku pernah minum kopi toraja dikasih sodara yg berkunjung ke sana. Enak. Kopinya khas. Beda ama kopi Jawa
Toraja coffee emang terkenal sih ya. Dan dulu aku sempat gagal datang ke toraja karena perjalanan singkat gak memungkinkan menjajaki kaki di sana. Hiks sedih. Padahal udah penasaran banget lho
saya pernah minum kopi teraja di suatu cafe alhasil astaga gak bisa tidur sampe pagi kuat banget cafeinnya tapi enak banget sih gak terlalu pahit
Konsepnya unik banget ya mbak. Selain ada ruang edukasi, interiornya juga homey banget.
Ah, bisa belajar sejarah sambil ngopi syantik di toraja art nih
Memang beda ya kak, kalo kafe kopi yang dijalankan oleh orang yang memang punya passion di bidang ini akan lebih maksimal menjalankannya.
Toraja art coffee ini bakalan jadi tempat yang wajib dikunjungi kalo nantinya aku main ke tanah Toraja.
Kapan ngajakin aku ke Toraja, Put?
Ngomongin kopi selalu bikin mataku ijo nih. Kesemsem Mulu. Wkwkwk
Tapi sayang belum banyak kopi yang bisa diincip. Masih seputaran daerah Jawa aj. Next semoga bisa mampir ke Toraja art coffee deh
wahhhh keren kak ceritanya detail banget dan aku bener2 kagum dengan adat toraja yang ternyata memang masih dilestarikan sampai sekarang ya kak khususnya utk para bangsawan ini…
pengen banget ke toraja karena aku memang belum pernah ke sulawesi pengen tahu tentang adat istiadat disana secara langsung…
bagi pecinta kopi mungkin toraja juga jadi salah satu surga pecinta kopi juga ya kak 🙂
authentic banget tempatnya, ternyata di toraja ini ada kopi khas juga yah..
boleh juga nih di icip, tapi udah dipasarkan keluar belum sih kopinya? atau hanya ditempat ini aja?
Kak Put kalau review kopi sampai ke akar-akarnya pencinta kopi wajib mampir di blog Kak Put
Seru banget, kakk ^^ Aku belum pernah ke Toraja, tapi abis baca ini, jadi pengen ke sana, deh. Kebetulan juga temen serumah pecinta kopi, pasti happy kalau dibawa ke sini 😀
Keren ya kopi lokal sekarang. Btw, aku baru baca ini di 2024, apakah sekarang Toraja Art Coffee ini masih bisa dikunjungi, kak?
Sampai sekarang masih bisa dikunjungi ya kak
toraja kampungnya kakak ipar aku, pas baca artikel ini langsung gercep tanya sama dia. liat coffee shopnya sederhana tapi bikin nyaman berlama-lama ya
Pertama kali tau tanah Toraja dari acara film jejak petualang dulu, budayanya unik dan menurutku menarik. Sampe akhirnya pengen sekali bisa datang langsung kesana. Membaca pengalaman kaka aku semakin tertarik dengan daerah ini. Semoga nnti ada kesempatan utk berkunjung kesana.
wah jadi ingat waktu ke Toraja , aku beli oleh2 yang berupa patung ibu bapak yanv sudah tua gitu, sampai sekarang nggak dipajang2 hehehe, agak gimana gitu , karena nggak begitu suka kopi aku nggak mampir ke kedai kopi, next kalau main lagi ke Toraja, mau cobain deh tempat kopinya ini
Huaaa asik banget minum kopi dan belajar kopi langsung di Toraja.. liat fotonya aja ikutan seneng aku..
Pengen banged ke Toraja, semoga ada rejekinya, Aamiinn, apalagi buat suami yg pecinta kopi nich
Dari kopi, adat istiadat hingga budaya. Serasa hati diajak melompat-lompat dengan cara yang menyenangkan. Suka sekali dengan suasana yang tergambar di tulisan ini.
Melihat foto-foto yang di share di blog ini jadi mupeng deh pengen ke sana kayaknya tempatnya nyaman dan juga aku paling seneng dia mencoba coffee dari setiap daerah karena memiliki cita rasa yang berbeda
Salfok aku cerita nya detail banget, gak berasa aku baca sampe habis.
Asli toraja dengan adat istiadat dan kopi nya tentunya emang asyik buat dikulik ya
Toraja ini kaya akan sumber daya alam, budaya dan tradisi ya kak jadi nya kalau eksplor Toraja banyak banget yg dilihat dan bisa diceritakan kembali ,..bagus dan menarik pengalamnnya
Kepingan manis yang menyenangkan memang patut dikenang, ditambah dengan menikmati secangkir kopi Toraja Sapan yang khas. Ini jadi perpaduan yang pas.
Toraja menjadi bucket list ku sejak lamaaaa banget. Selain karena wisatanya juga karena biji kopinya yang buat candu. Semoga bisa kesampaiaan menikamti kopi dari toraja ini.Aamiin
Ini unik dan keren banget sih! Sepanjang baca, aku melongo karena mikir “ha, emang ada yang kayak gini? unik banget!”
Tapi sayangnya aku bukan pecinta kopi kak huhuhu. Mungkin bisa main-main aja ke sana nemenin temen-temenku yang pada doyan kopi hahaha. Semoga ada rezekinya
baca soal kopi Toraja jadi mengingat perjalanan pertama kalinya ke Toraja tahun berapa ya kayaknya 2012 atau 2013 ya, suka banget dengan lingkungannya yang masih asri dan kental banget budayanya, termasuk kami juga mengunjungi tempat kopi gitu, beberapa teman membelinya sebagai oleh-oleh tapi dulu kayaknya caffe kopi belum ada atau belum booming, jadi ga ada yang jual di cafe, sekarang udah banyak ya mba Put, pengen balik lagi ke sana keliling seru banget kayaknya
Dari kopi banyak memunculkan cerita lain tentang Toraja ya Mbak.
Memang kopi Toraja merupakan salah satu kopi terbaik, tidak mengherankan jika harganya cukup mahal
Toraja dari Makasar 6 jaman ya kak? Pengen suatu saat nanti bisa traveling ke Toraja, nyicipi Toraja Art Cofee yang penuh sensasi perpaduan kopi asli
Mba Put, bisa beli kopi Art Torajanya tidak? Jadi, penasaran nih sama kelezatannya. Tapi kalau berkunjung ke sana belum ada waktu.
Tana Toraja, aku belum banyak tau dan belum pernah ke sini. terimaksih sudah berbagi cerita Toraja Art Coffee nya ya